Jumat, Oktober 30, 2009

Sri

Cerpen ini adalah secuil bagian dari novel dansa berjudul "Ci" yang belum di buat.

by : dansa

Kalau itu aku hapal betul, suara Wak Pernata. orang tua yang jalannya gontai digerogoti rasa putus asa dan hilang semangat hidupnya semenjak istrinya meninggal setahun yang lalu. orang tua itu muazin surau bale kambang kampung kami yang sedang melantunkan azan ashar, sebenarnya suaranya parau dan putus-putus. Tetapi dengan gunung iman yang kokoh berkacak pinggang didalam hatinya mampu menyihir kami sehingga suaranya terasa mengalun bak rambut bidadari yang dipermainkan angin gunung, mendayu, meresap hingga ke sumsum tulang belakang. Tak mampu ku menolak ajakan Wak Pernata yang berkelebat dalam benakku, seolah-olah beliau berdiri di atap surau dan melambai-lambaikan tangannya mengajak kami solat berjamaah.Kututup rollingdor toko ku, kusambar kain sarung bergegas hendak ke surau.

Jalan kecil yang dibungkus permadani batu kali kutapaki, kuntul-kuntul penghamba Alloh bermunculan dari tiap sudut rumah yang berjauhan jaraknya, menghampiri sawah surau asal suara seruan adzan tadi, senyum sumringah terlempar dari setiap bibir anak surau dalam melepas hari ini dari kancah pencarian rizki, kecipak-kecipuk suara air kolam, muka-muka basah mata-mata yang teduh terpacar dari mereka, kamipun masuk ke dalam surau. Sekarang saatnya kami tepekur bersujud dan bersimpuh pada bumi dihadapan Alloh, mengadukan segala keluh-kesah, memohon segala harapan, dan ampunanNya.

Selepas solat ashar kebiasaanku menuang segelas kopi dan mengepul-ngepulkan asap rokok, sambil duduk di kursi dapur yang lusuh melendut, itu tempat yang paling asik melepas sore sambil bercakap-cakap dengan Ibuku, banyak hal yang sering aku obrolkan dengannya , dari hal yang penting, serius, bahkan hanya untuk membicarakan kelakuan tetanggaku yang kurang waras menurut ku, untuk hal itu ibu tidak suka, Ibu tidak tega membicarakan kekurangannya, hati ibu serasa disayat-sayat dan dadanya sesak jika ingat dia, mungkin itu suatu bentuk terimakasih ibu kepada Tuhan, karena ibu diberikan anak yang lengkap jasmani dan rohaninya, ibu selalu melekatkan matanya di mukaku jika sampai ke pembicaraan tentang tetanggaku itu, memberi isyarat untuk berhenti menggibahnya. Ibuku orang yang sabar, Ibu tidakbisa mengatakan tidak walau ia tak setuju, apalagi untuk kebijakan Bapak, bagai kerbau dicocok hidung ibu mentaati saja. yang paling ditakuti dalam hidupnya jika berdosa dari suami, baginya membantah suami berarti bencana, bumi akan menghimpitnya lahar menelan langit runtuh hingga tak dapat bernafas.
Saat itu kami mendengar suara pintu kamar Bapak dibuka, sudah dua hari Bapak tidak keluar dari kamar, kami tidak tahu alasan apa Bapak mengurung diri, hanya ketika waktu solat saja Bapak keluar mengambil air wudlu di bak mandi lalu masuk lagi. Tak seorang pun dirumah kami yang Berani bertanya alasannya, bahkan Ibu sekalipun selalu cukup mengatakan "duka" (tidak tahu) jika kami bertanya alasannya Bapak demikian.
Aku mendengar suara Bapak memanggilku, segera aku memperolehnya dikursi tempat Bapak suka duduk berlama-lama, aku duduk tertunduk di hadapannya, lama Bapak tidak berkata-kata apapun, pikiranku menduga-duga apa yang mau dikatakannya. Barangkali bapa sudah pikirkan untuk membagikan tanahnya pada kami sebelum beliau wafat, atau barangkali beliau... ah..
Ibu melantakkan hayalanku, ibu duduk sepertiku tanpa berkata-kata.
"Satya ! sudah berulang kali Bapak katakan, sudahi hubunganmu dengan Sri." Bapak mulai membuka pembicaraan. Dua hari Bapak mengurung diri dikamarnya hanya untuk mengatakan itu ? bukankah Bapak sering mengatakannya tanpa harus bertapa dahulu ? aku masih belum mengerti hendak kemana hati dan pikiran Bapak melangkah,

Sudah tiga bulan aku mengenal Sri, telah banyak kesempatan yang kami curi untuk kami saling bertemu, di rumahnya, di warung bi Sewi, sukaderi, tarikolot, balong tukang, Dangdeur. Kami saling memadu kasih merekatkan hati-hati kami, aku sudah mabuk kepayang.
Sri wanita tercantik yang pernah aku temui di muka bumi ini, setidaknya itu dalam penglihatanku. Di hitam bola matanya melati, mawar dan angrek. Di hitam bola matanya pula ia menyiratkan keluguan, ketulusan keikhlasan, kesederhanaan harapannya. senyum girang tiada kepalang acapkali dia bertemu dengan ku melukiskan hatinya yang hampa tanpa diriku, bagai seorang yang sedang hanyut di lautan lapas, lalu didapatinya perahu nelayan. Begitu tulusnya Sri mencintai aku membuat hatiku semakin tertambat padanya.

"Apa yang kau merasa pantas darinya ?". Bapak mulai memecah lagi keheningan.
"usianya saja baru 13 tahun, apa maneh (kamu) tidak berpikir ?". Kulihat dahi Bapak berkerut kulitnya melipat-lipat, matanya nanar berkaca-kaca, pandangannya dipalingkan keluar melewati jendela, menyembunyikan air mukanya dari kami. matanya menerawang ke kejauhan.
"Kenapa kamu teh diam sajah","mau atau tidak?". Bapak bertanya padaku, tapi aku mematung dan masih memikirkan Sri yang bagai hidup sebatang kara di dunia ini, yang dia tahu hanyalah aku.
"Bapak teh sudah pikirkan Satya, kalau maneh tidak mau menjaga beungeut kolot(muka orang tua), silahkan !, itumah hak maneh. mau berkeras hati dengan Sri juga silahkan !, tapi pergilah yang jauh supaya Bapak tidak lagi mendengar tentang kalian, jangan datang lagi kesini selama Bapak masih hidup, Bapak mendoakan semoga kalian bahagia.".Bapak berdiri dan pergi kekamarnya meninggalkan kami.

Bagai disambar petir disiang bolong tubuhku gemetar, panas, tak dapat bergerak tetapi tubuhku seperti melayang, ibarat benda kehilangan gaya gravitasi perasaankupun tak menentu, entah rasa seperti apa yang kurasakan. Petir sebagai mahluk luar ankasa yang belum diketahui kegunaannya itu telah menghantam tubuhku hingga tercabik-cabik berkeping-keping, darah semburat ke tak menentu arah,. ditingalkannya hatiku tergolek disana.
kulihat Ibu terdiam membatu, mimik muka datar tapi air matanya mengalir deras, sungguh aku tak tega melihat perempuan tua nan sabar ini membuang airmatanya hanya untukku. Aku akan baik-baik saja Bu ! itu kata hati yang tak mampu keluar dari mulutku, ini bukan hari yang tepat untuk membalas barang setetes air dari samudra kebaikanmu padaku.
Pilihan dilematis telah Bapak tawarkan padaku, bagai buah simalakama, dimakan Bapak mati, tidak dimakan Ibu yang mati. oh, sulit sekali bagiku, kenapa tidak buah yang lain saja ?

Dalam linangan air mata yang tak tertahankan tumpah ruah membasahi hampir separuh bajuku, aku berpamitan pada Ibu, aku meyakinkan pada Ibu bahwa aku akan memilih jalan hidup yang aku kehendaki, atas ultimatum dari Bapak akan aku terima dengan dengan lapang dada, ini resiko yang harus ku ambil. Jika aku tak dapat mengambil keduanya maka aku memilih yang paling lemah diantaranya.
Ibu tersenyum telungkup sabit, air matanya tak henti meleleh dari haribaan kasih tak berujung, tangannya mengelus-elus, menepuk-nepuk, menggenggam erat pundakku. Mengangguk-anggukan kepala tanpa sepatah katapun, mata lekat menatapku seolah membisikan syair kalimah sakti "Kamu sudah pantas menjadi kepala keluarga Nak. jemputlah Sri mu, doaku tertancap diubun-ubun dan diulu hatimu, selamat jalan anakku."

Aku pergi tanpa berpamitan pada Bapak, diantar tatapan Ibu hingga hilang dari pandangannya.
Aku masih belum dapat merasakan tubuhku ini sebenarnya masih ada, seolah-olah bagian dari hidupku hanya tinggal segumpal hati, yang melayang-layang menyusuri bentangan jalan tak tentu arah, hanya pasrah pada takdir angain membawanya.
Malam itu aku singgap di gubuk sawah entah milik siapa, tak ada yang mampu kupikirkan selain mendekap hati yang kian malam kian terasa sakit. setiap helaan nafas terasa seperti sayatan sembilu mengiris hati ini, hingga subuh datang aku baru tertidur digubuk itu.

Kakiku terasa hangat, kubuka mata perlahan. Silau sinar matahari membuat mataku tak jelas melihat, dimukaku sosok manusia perlahan tampak, kilaban rambut melambai-lambai tertiup semilir angin pagi, senyum bibirnya menyuguhkan sarapan pagi bagiku yang belum makan sedari kemarin. Sri yang dihadapanku itu, sosok bidadariku yang selalu kubawa dalam kalbuku, kusimpan disekat bilik hati sebelah kiri. Suara penawar segala lara membangkitkanku dari terbanring.
"Aa kenapa tidur di saung ? (gubuk sawah)" .
aku belum menjawab bidadari kecil ku, ku amati petak demi petak sawah yang mengelilingi gubuk ini, kulihat batas-batas sawah, kulihat jalan setapak yang membelah hamparan sawah menuju ke kampung yang aku tak asing lagi. oh, aku terdampar di gubuk yang tak jauh dari rumah Sri.
Sri masih memegangi telapak kakiku yang dingin sisa lahapan angin malam yang kubiarkan tanpa daya. di bening matanya menyiratkan pertanyaan yang belum mau ku jawab. Sri tidak memaksa pertanyaannya, diraupnya jemariku dalam genggaman jemarinya yang hangat nan erat, lalu ditelekamkannya di pipinya lama hingga kami merasa baik. Begitulah Sri memperlakukan aku bak dewa kehidupan bagi dirinya. Sri membujukku untuk berbincang di rumahnya, dan aku setuju.

Kopi hangat telah menyadarkanku dari drama tadi malam, sebatang rokok sedikit menawar rasa sakit di ulu hati yang kini datang lagi, Sri memecah kesibukanku yang sedang menguasai hati ini.
"Aa kenapa tidur di saung ?".
Ini pertanyaan yang sulit aku jawab, jika aku mengatakan apadanya, tentu sangat menyinggung perasaannya, membuat ia merasa bersalah padaku, merasa ia tidak berharga sama sekali, dan banyak kemungkinan lain yang akan menyiksa hatinya. Aku tidak mau Sri terluka sedikitpun.
"Aku sudah berpamitan akan pergi ke Bandung tadi malam, tapi aku belum mau berangkat ke sana. Aku akan menemanimu beberapa hari di sini.".
Sri tidak memaksakan beberapa pertanyaan yang kritis, sepanjang dua hari aku bersamanya.
Sri bahagia, akupun terobati. Aku semakin yakin bahwa Sri pilihan terbaikku.
"Kenapa Aa harus mencari kerja ke Bandung ?"
"Aku punya impian untukmu Ci, aku akan membuat hidupmu lebih dari yang lain, kau tigabelas aku dua sembilan, tidak ada yang salah dari kita." (Ci adalah panggilanku pada Sri) .Sri tersenyum lebar, walaupun aku tahu dia tidak mengerti apa yang ku ucapkan, baginya ucapanku hanyalah gombal yang menyenangkan.
Sri melepas kepergianku dengan penuh harap kembali, ia mengatarku hingga terminal bus.

Bersambung..........

Baca Selengkapnya...

Senin, Oktober 19, 2009

TANPA JUDUL

seraut wajah hadir
dengan bingkai rindu di matanya
kusambut hadirnya
dalam serakan rasa yang sama

rindu kita
terpuaskan dalam mimpi
malam tadi

wajah kita
ada di sana
dalam asa yang serupa...

Baca Selengkapnya...

Sabtu, Oktober 17, 2009

PEMBENTUKAN SEBUAH CERPEN



dansa :

Dulu pembentukan sebuah cerpen lazimnya cenderung bertumpu pada alur cerita dan karekteristik yang kuat serta utuh, seseorang menulis cerita karena memang benar-benar memiliki cerita yang ingin di bagikan kepada orang lain. Tetapi sekarang pembentukan sebuah cerpen tidak melulu menyuguhkan cerita, melainkan dapat juga berupa ekpresi situasi tertentu ataupun deskripsi yang berisi pemaparan peristiwa-peristiwa dalam bentuk monolog dan lain-lain. Karena tidak bertumpunya melulu hanya pada cerita, maka cerpen dapat meluas kepada hal ikhwal lain yang mengitari peristiwa dibalik cerita. Cerpen dapat bermula dari teks lain, pencampuran dan peleburan berbagai teks dengan acuan-acuan yang menyebar serta dapat dikaitkan dengan teks-teks lain yang berkenaan ataupun tidak berkenaan dengan cerpen.

Gejala pengembangan pembentukan cerpen di Indonesia itu akan lebih jelas terlihat dalam pertunjukan teater atau seni rupa dalam era duapuluh tahun terakhir. Sepertinya beberapa pertunjukan teater dan seni tari tidak lagi bertumpu pada manusia sebagai suatu "sosok karakter" yang utuh dan menjadi pusat cerita, melainkan pada rangkaian peristiwa, komposisi ruang dan permainan visual. Disitu tubuh dan gerak tidak lagi menjadi pusat pertunjukan melainkan hanya bagian dari susunan ruang dan bangun visual yang di bentuk di atas panggung. Dalam susunan ruang dan bangun tersebut terdapat berbagi peristiwa acak, terpotong-potong, seperti fragmen-fragmen yang seolah-olah tidak lagi memiliki struktur yang utuh. dari peristiwa yang satu ke peristiwa yang lain meloncat-loncat tidak beraturan.Bahkan terkadang dari peristiwa yang satu ke peristiwa yang lainnya tidak terdapat kaitanya sama sekali. Bahkan kita seperti sedang berhadapan dengan percampur adukan segala absurd, kontradiktif, paradoksal, hamburan simulacrum, tumpukan budaya massa, berbagai kebrutalan dunia impersonal dampak politik, kapitalisme, fundamentalisme agama, anarki dan sekaligus omong kosong. Pementasan teater itu seolah-olah hendak menunjukan bahwa saat sekarang ini kian sulit menyusun manusia dalam sosoknya yang utuh.Modernisasi yang telah menemukan manusia sebagai subjek yang utuh dan otonom teryata justru menghancurkan si subjek itu sendiri.Kini manusia hanya dapat disusun dari serpihan-serpihan sejarah, sebagai fragmen-fragmen. Dan manusia yang fragmentatif itu sekarang hidup dalam dunia yang terpacah-pecah pula. Maka tidak mengherankan jika seniman teater dan tari justru ingin menampilkan potongan-potongan ruang dan imanji-imaji visual karena memang demikianlah kondisi manusia dan dunia yang mereka saksikan saat ini.

Dari deskripsi perihal gejala yang berlangsung dalam bidang seni pertunjukan dan seni rupa tersebut, saya ingin mengatakan bahwa dalam proses menikmati karya seni, dalam hal ini proses membangun atau membaca sebuah cerpen terkadang kita tidak perlu mengharapkan "cerita" atau berbagai peristiwa di sekitar cerita beserta karakteristik tokohnya yang gamblang, bulat dan utuh, melainkan dapat dengan cara lain yakni menikmati kalimat-kalimatnya, imajeri-imajeri yang dibuka oleh teks, atau menyentuh bentuk-bentuk deskripsinya. Beberapa cerpen menuntut saya untuk menikmati teks sebagaimana saya berhadapan dengan beberapa gejala yang berlangsung dalam seni pertunjukan dan seni rupa, dimana "proses" perjumpaan dengan elemen-elemen yang membentuk karya tersebut terkadang lebih penting dan lebih mengasyikkan ketimbang mencari suatu "Hasil".

Menikmati pencampuradukan yang memesona dari berbagai kemungkinan representasi dan penggambaran sebuah situasi ruang yang sangat rinci dengan bentuk penuturan yang konyol dan humoris seperti dalam cerpen "ANAKKU AKU" karya dansa , dan kalimat-kalimat panjang yang bersayap-sayap serta penyisipan metafora disana-sini juga dalam cerpen karya Dansa yang berjudul "HARTI OH HARTI", kadang lebih ngasyikan membuatnya ketimbang mencari alur dan karakteristik tokoh-tokohnya.Sebagai mana telah dituturkan dalam cerpen tersebut yang tidak menyuguhkan "cerita" yang gamblang, bulat dan utuh, melainkan hanya berbagai lekuk dan liku penuturan yang bermacam-macam.

bersambung...


DAFTAR PUSTAKA :

Wicaksono Adi, 2009. "Beberapa Catatan Perihal Cara Berkisah Dalam Cerpen".
PENA KENCANA, 2009. "20 Cerpen Indonesia Terbaik 2009".

Baca Selengkapnya...

Kamis, Oktober 15, 2009

November 2009


HATIKU TAK BERPALING

Berjumpa sebentar
Matamu bercerita
Kau bawa cinta itu

Demikian Aku
Kita jauh

Jasad dipasung takdir
Berontak tak bisa
Duniaku disini

Hati bercerita
Bergetar
Hampa
Nyeri

Kau ada dalam ilusi
Dekat bersamaku
Hatiku tidak berpaling
Sampai napas berhenti

Jika alam berganti kelak
Tidakkan tidak aku ucapkan
Takboleh hilang kedua kali
Aku ingin memiliki
Duh Gusti




by : dansa



Baca Selengkapnya...

Bagian III dari Trilogi Puisi

DE JAVU


Ruang dan waktu cuma sekat..
Pembatas maya buat kita lepaskan rindu..
Aku Masih milikmu....


Fuur : Ceu

Selesai...

Baca Selengkapnya...

Selasa, Oktober 13, 2009

PUTRIKU AKU



by dansa,:


Nakita piksi d'Satyavadin, itu nama putriku, ia anak pertama dari satu anak, lahir di rumah sakit islam dibantu oleh tiga dokter spesialis, agak susah memang dia keluar, mungkin karena ia belum siap melihat dan menerima ayahnya. Tentu ia dilahirkan oleh ibunya, dan aku yang memberinya nama itu. Arti nama sangatlah penting bagi orang primitif seperti aku, nama itu akan mempengruhi tabiatnya kelak, setidaknya itulah usahaku untuk memperbaiki keturunan. Walaupun aku tahu bahwa jauh sebelum itu di zaman azoikum ketika di bumi belum ada kehidupan, kitab langit yang terbentang telah mencatat garis kehidupan manusia, dari mulai kapan lahirnya, kapan ajalnya, nasib baik, nasib buruk, dan seterusnya telah dicatat secara rinci dari detik per detiknya.
Tidak terkecuali juga aku, biang keladi dari kelahiran anakku, telah ditentukan didalam kitab langit tentang bagaimanakah peruntungan akak-anakku kelak.
Mbah Jambrong, seorang tua bangka ahli nujum yang bongkok dan nadir pernah menerka-nerka nasib anak-anakku kelak, ia merasa dirinya mengetahui nasib seseorang dari penglihatan indra keenamnya, malah ia pernah berujar padaku empat untaian kalimat dengan empat kali tarikan napasnya yang berat. "Anakmu yang pertama akan menjadi kesatria adiluhung panutan bangsa di bumi pertiwi", mungkin jadi Presiden yang dimaksud Mbah Jambrong. namun sungguh sayang, calon persidenku tidak kusengaja hancur bertepatan dengan peringatan dari malaikat langit lewat mimpiku,ini hari pertama aku diwajibkan mendirikan sholat.
Bisikan yang kedua jelas terngiang ditelingaku,"Anakmu yang kedua akan menjadi kesatria hulubalang kerajaan". Panglima TNI maksudnya barangkali. ucapannya tidak logis, karena bentuk negara ini Republik, bukan kerajaan. Sibongkok tua bangka yang tidak hapal presiden kedua republik ini sedang meracau yang katanya presiden kedua republik ini adalah "Sumanto". Sungguh keterlaluan Yahudi yang satu ini. Keberadaan calon Panglima ini sangat menyiksaku sehingga aku harus berjalan terhuyung-huyung karena beliau kian hari kian bertambah kedigdayaannya, tentu saja dengan senang hati aku rela melepas kepergiannya saat aku mandi siang.
Bisikan yang ketiga dia bilang "Anakku yang ketiga akan menjadi Mentri Riset dan Teknologi". Kali ini dia benar menggambarkan urusan tata negara, entah mengutip dari siaran stasiun radio mana ?, aku tidak tahu. Dan bagian yang inipun lenyap entah kemana, aku tak dapat mengingatnya. Bisikan yang terakhir ini yang menghentakan jantungku, "Anakmu yang ke empat akan merepotkanmu", ujarnya.
Nostradamush kulit gelap ini sedang tidak berpihak padaku, tidakkah dia tahu bahwa senjata pamungkasku tinggal satu lagi, anak panah itu yang melindungi aku untuk menjadi pria yang sempurna.
Semar mesem, semar kuncung, semar kudis, semar rorombeheun. Kulemparkan anak panah itu hingga kelangit ketujuh tempan kitab Bagawatgita berada, yang kelak akan dikembalikan dan berubah wujudnya menjadi seorang gadis yang cantik jelita."Nakita Piksi d'Satyavadin" itulah dia yang tadinya anak panah.

ANAKKU MEWARISI SIFATKU
Dari zaman Joyoboyo telah beredar peribahasa yang berbunyi "AIR CUCURAN ATAP JATUHNYA KEPELIMBAHAN JUA", peribahasa itu mengandung arti bahwa sifat-sifat dari orang tua akan diturunkan pada anak-anaknya. peribahasa itu belum terbantahkan dari zaman dahulu kala hingga sekarang. Jadi bagi para orang tua yang bertabiat jelek, maka bersiaplah jika anaknya kelak akan bertabiat yang sama . Namun jangan dulu takut teman.! itukan peribahasa dulu,dimana orang jaman dulu lingkaran tulang tengkorak otaknya tidak sebesar orang yang hidup dizaman modern. zaman dulu orang hidup memanfaatkan alam, sedangkan jaman sekarang orang hidup mensiasati alam.
Jika peribahas dulu "AIR CUCURAN ATAP JATUNYA KE PELIMBAHAN", maka dijaman sekarang "AIR CUCURAN ATAP JATUH KE TALANG DAN DISALURKAN KEMANAPUN KITA INGINKAN",bisa ke kolam, ke solokan, kepenampungan, atau kemana saja.
Artinya sipat-sipat jelek orang tua tidak harus diturunkan pada anaknya. Bisa saja diturunkan ke tetangga, ke kambimg, atau kemana saja.
Teori ku terbuktilah sudah, anakku tidak seperti aku, tetapi ia melebihi daripada aku. Subhannalloh...sungguh kebesaran Tuhan sedang dipertontonkan kasad dihadapanku.Salah satunya terukir dalam kesehari-harian aku.
Suatu ketika aku menyapa anakku yang sedang duduk.
"hai, Neng sedang apa ?"
"Sedang olah raga Pak" jawabnya,aku kembali menegaskan pandanganku, tetapi benar dia sedang duduk, karena heran aku bertanya kembali.
"Loh, sedang duduk kok jawabnya sedang olah raga ?"
"Udah tahu kok nanya" jawab anakku tanpa mimik muka yang berubah. aku tersenyum lebar-lebar, dalam hatiku bangga, anakku calon pengacara yang handal pikirku.
Lalu aku meminta bantuannya untuk membeli rokok diwarung tetangga dengan imbalan uang.
"Neng, tolong belikan bapak rokok ke warung, nanti diberi upah 1.000 rupiah". pintaku.
"Bapak sajalah yang beli rokoknya, nanti dikasih upah sama Neng 2.000 rupiah". jawabnya sembil tetap duduk.Aku tersenyum lebih lebar lagi, pikirku ia kelak akan jadi pengusaha yang handal, profitable dan survival.

Anaku ini tidak pernah setuju dengan kebijakanku untuk memberinya adik kecil, alasannya sederhana saja, bahwa dia takut gagal jadi anak tunggal.
Einstein kecilku ini memang sungguh luar biasa, ia sudah pandai membuat mobil-mobilan dari handphone ku yang baru kubeli dengan kredit, dia sudah bisa membuat pengungkit batu dari raketku merk Hart yang termahal, dia sudah bisa merubah baju menjadi api, ubi menjadi angin.Dia lebih dari mewarisi sipatku.

ARTI NAMA ANAKKU
Lain aku lain pula ibunya, Ia menganggap tabiat anak kami itu sudah kelewatan, kreatifitas dan jiwa inovatif yang kebablasan dari anak kami itu dipandangnya suatu pemborosan. Istriku mengeluh tapi takbisa berbuat apa-apa, ia sudah kehabisan akal untuk membendung kreatifitas Einstein kecilku ini, ia buntu akal untuk menahan pernyataan pedas dari The next Mandela ku ini. Bahkan suatu hari Istriku pernah mengusulkan gagasan yang tidak masuk akal menurutku, "Merubah namanya,! yah..merubah namanya !!". Ibu ini mengenggap nama yang disandang anakku terlalu berat sehingga anaku tidak kuat membawanya, dan akhirnya bertingkah polah yang tidak masuk akal para tetangganya.
Istriku berpendapat bahwa "Nakita Piksi d'Satyavadin" itu nama macam apa ? sama sekali tidak mencerminkan nama seorang Islam yang turun temurun warisan nenekmoyang kami, lagi pula tidaklah pantas dikampung ini ada nama perempuan yang tidak berakhiran "..ah" seperti, Saliah, Mutiah, mardiah, Maemunah, dan lain-lain. Maisaroh sekalipun tetap saja diakhiri dengan konsonan "h".
Kedua kalinya istriku mempertanyakan arti dari nama "Nakita Piksi d'Satyavadin" padaku setelah sekian tahun lamanya. Tentu saja aku sudah lupa alasan itu, tetapi aku berusaha dengan keras mempertahankan dan menerangkan arti dari nama itu sekenanya. Menurutku nama "Nakita" adalah tokoh dari negeri Matahari melek yang dulu sempat jadi penjajah bangsa kita ini, aku berharap kelak anakku dapat memperjuangkan hidup seperti manusia sipit nan pendek itu, dengan Hirohitenya yang merubah etos kerja dan berpikir cepat tanpa kenal menyerah, tapi tidak termasuk Harakirinya loh..!. Lantas apabila kenyataan sekarang anak kita jadi malas?, seperti jauh panggang dari api dengan nama yang disandangnya, tentu bukan salah bunda mengandung tetapi salah aku yang menaruh binatang terkutuk itu.
Alasan nama "d'Satyavadin" adalah arti dari bahasa sansakerta yaitu, "Satya" artinya "berkata" dan "Vadin" (dibaca:wadin) artinya "jujur" yang ditulis dalam huruf valawa.
"'d" naaah.. ini inti dari arti nama anaku," 'd" disitu aku menirukan judul sebuah lagu klasik karya komponis orang Prancis yang namanya aku sudah lupa kawan !,seperti "d'Amor", "Marissa d' Luisha",instrumentnya sangat mendayu-dayu dan bisa meninabobokan. Itu artinya, anakku kelak dapat membahagiakan suami yang dicintainya. Tentang daerah asal "'d" tersebut dari prancis ? tentu semua orang tahu bagaimana dengan kisspranch itu, yang dapat melumpuhkan Adolp Hitler, Napoleon Bonapartte, Napoleon Bocasha, mereka adalah Dazal-dazal abad perang dunia ke II yang bertekuk lutut dibawah ketiak istrinya, bak anjing udik yang dituding majikannya, menggelepar-gelepar takmampu mengagahkan mukanya sambil mengibas-ibaskan ekornya pertanda ketaklukannya. Itulah harapan pada anakku kelak, seorang istri yang tak akan mampuh dilupakan suaminya. itulah sebabnya ibu-ibu yang badannya to mutch (saya tidak mengatakan gemuk loh..!, itu menyinggung perasaan ibu-ibu) untuk bersahabat dengan pil Yasmin, agar badan jadi ramping dan suami jadi nempel terus sehingga anda akan sulit untuk chatting.
Tentang alasan pemberian nama "Pikisi" !, Piksi...?? ya Piksi sajah !!, tidak pakai alasan.
Aku menerangkan kepada istriku panjang lebar, dan istriku diam saja tidak memperjuangkan gagasannya, mungkin karena dia malas melihat mulutku yang sudah berbuih-buih menerangkan, ibarat deterjen yang dituang di air tempayan.

AKU MENGUTUKI DIRIKU
Semburan warna diangkasa yang dilatari deburan troposfer mengukir langit, indah, lugas, jujur dan menakjubkan. Orang udik berkerumun membuang waktu yang tak mereka pahami untuk berbuat apalagi sore ini.
Adzan magrib berkumandang dilolongkan billal kepercayaan kampung kami, indah meresap hingga sampai sumsum tulang belakan, merambat kedalam hati tempat bercokolnya sang penggoda ulung "Om Iblis" laknattullah yang telah bermetamofosis menjadi darah yang mengalir disekujur tubuh manusia,suara adzan menyiramkan iar penawar demi menyadarkan umat Islam untuk mengingat hari setelah kematian kelak.
Orang-orang udik bergegas pergi ke surau untuk menunaikan shalat berjamaah dan mengaji, yang kelak akan jadi pegangan di akhirat dalam melintasi titian serambut dibelah tujuh, yang dibawahnya kobaran api neraka menyala-nyala.
Hingga selepas sholat isya di surau aku pulang kerumah, kudapati Istri dan anakku telah tertidur pulas. Aku duduk dikursi didekat mereka tertidur, sambil mengusap-usap kopeyah hitamku yang telah lusuh dan berlubang, kutancapkan pandanganku pada mereka, mataku nanar berkaca-kaca dan pandangan kosong jauh menerawang keawan dilangit ketujuh, dimana kitab kehidupan kami disimpan dalam genggaman sang penguasa jagat.
Takhenti-hentinya aku mengutuki diriku yang naif ini, dia bidadari-bidadariku (yang satu kecil, dan yang satunya lagi besar) telah menjadi korban kebodohanku. Dia ada karena aku terlampau berani menorehkan tinta pada kitab kehidupan di alam Lohmahpud dahulu, aku yang bersalah tapi mengapa pula kalian yang menanggungnya.
Anakku mewarisi sifat buruk dariku tanpa dia fahami, itu bukan salahmu Nak ! itu salahku. Istriku yang terlampau lelah mengurusi anak dan rumahtangga hingga badanya terasa remuk-redam, itu juga bukan salahmu sayang. Itu salahku, yang engkau pikul padahal tidak kau fahami.
Ya Alloh ya robbul'ijatti, janganlah engkau bebankan pada mereka atas dosa-dosaku dan kebodohanku yang padahal mereka tidak harus menanggungnya, bahagiakanlah mereka dunia dan akhirat, bimbinglah mereka kejalan yang enkau rid'oi, ammiiiinn.
Sampai larut malam aku terus mengutuki diriku, dan tak bosan-bosan aku terus mendo'akan bidadari-bidadariku hingga tak terasa lagi hari telah menjelang subuh.

Tamat.

Baca Selengkapnya...

Bagian II dari trilogi PUISI
Semuanya tentang Cinta...


RINDU


Adakah penawar rindu….
Lantai, meja, dinding…dingin membeku..
Diluar hujan….

Kesunyian menyergap jiwa…
Penjarakan aku dengan cinta…
Kepada siapa harus berkata..
Hati ini sudah mendua…

Teriakan itu pada langit..
Biarkan memantul ke sepenjuru…..
Hingga semua orang tahu…
Lain cita hinggapi kalbu….

Rindu memang milik kita…
Meski hanya memenuhi lorong-lorong dimensi…
Masa lalu…


Fuur : Ceu

Baca Selengkapnya...

Senin, Oktober 12, 2009

Tangkal Jambu

(Teti Fathiyah)

Masih seputar tangkal jambu… banyak sekali cerita .. dari mulai teterekelan jiga tarsan saat masa2 kecil, bari nyebur ka balong. Sebagai gambaran pohon jambu itu tumbuh di sisi kolam ikan yang panjang dahan nya bercabang cabang indah sampai menjulur ke kolam.. jadi kl lagi naik pohon jambu trus ada yang lagi ngojai wah kacipta sok aya nu ngintip nu keur teterekelan. Maklum lah anak2 kecil sok iseng pengen tau tea he he…dah ah tong diterskeun nu eta mah.
Sampai beranjak menjadi remaja ingusan tapi teu meler lhooo…dan bertambah teman karena sudah naek kelas tea ka smp, tangkal jambu ini penuh dengan kenangan. Teman,sahabat bahkan orang2 special pasti ingat kana tangkal jambu ini. Yang merasa punya memory pasti lagi senyum-senyum simpul mengingat masa2 itu. Bagi yang ga punya kenangan daripada bengong menebak2 ada apa gerangan mending ikutan baca aja deh ..he he.
Ternyata pohon jambu nih punya sejuta kenangan yang tak akan habis jika dituliskan.. Sekedar mengingatkan buat yang punya pengalaman.. saat itu yang namanya teti tuh masih polooos, culuun, imut imut (jangan bilang amit2 lho..) sampe2 dah smp juga ga rasa dia tuh msh sprt anak kecil yg polos. Bahkan saat temen2 mulai larak lirik nu kasep cenah iih da eta nu namina teti mah teu ngartos nu kumaha nu kasep teh. Tapiiii justru dialah yang punya banyak cerita. Maklum yang punya tangkal jambu tea he he..
Ini adalah kisah teman se geng .. yang bener2 sama kurus,mungil, tapi imut2 hitam jelek lagi he he kecuali wiwik. Walaupun berambut sedikit berlebih keritingnya, tapi dia putih bersih dan cantik.Cuma rambut aja yg jd bahan senyuman (padahalmah pengen ngakak )komo mun diliatin fotona pasti seusseurian (skrng mah engga kok,cantik kok) etamah dari kecil hingga sekarang emang pang geulisna. Pokokna nu janten bentang seueur nu naksir padahal mah nembe smp..yang naksir juga banyak bahkan sampai anak sma pun pada ngelirik dia. Ta pi sumpah wik kenapa kok dulu ga ngerasa iri ya sama wiwik yg cantik he he.. bahkan kami sebagai temannya bangga punya teman yg cantik juga banyak yang naksir .. jadi kami ikutan deh ngetop bak selebritis he he he..tapi kl disebutin satu satu siapa yg naksir wiwik waaah nanti ada yang protes deh berabe deh urusannya takut ah suaminya polisi ntar ditembak lagi he he... nah salah satunya suka curi2 pandang saat kami ngumpul di bawah pohon jambu itu.. dari kejauhan dia pandang,,pandang tertuju sama yang keriting tea. Kalau saaja si cowok itu ga cerita ke teti pasti sampai saat ini ga tahu kl dia naksir sm wiwik.. tapi sayang dia ga berani mengungkapkan keinginan dan rasanya kepada yang bersangkutan. Dia hanya berani dari kejauhan aja. Baginya cukup memandang dari jauh sudah lega hatinya.. menurutnya dia takut karena kami adalah sekelompok selebritis yang bukan kelasnya… ( padahal kami ga ngerasa gitu lho) .. tapi ya sudah lah salah sendiri kl nyesel karna ga ada keberanian ditolak ya he he.. nah ceritanya mulai dari wiwik ya.. (sok ngambek ge da tebih ieuh )
Namun lain yang menaksir lain lagi yang ditaksir… tanpa disebut namanya … si empat sekawan yang baru kelas satu smp nih punya cerita juga tong ngambek nya wiiik ini cerita kita semua kok yang mungkin jaman ayeuna mah disebut lebay he he..
Ada satu orang yang saat itu mungkin bagi kami menarik ya.. seorang anak 3 sma necis (sebuah sma yang nanti juga akan penuh cerita) sebenarnya dia bukan orang asing bagi kami. Dia sudah cukup kenal dengan kami.. namun karena kami anak perempuan yg memang gengsi kl hrs mengungkapkan kata naksir apalagi sama orangnya langsung yang jaman sekarang mah cewek juga suka nembak duluan he he. Beda jaman dulu mah penuh dengan pura2 padahal mah daek he he…dengan polosnya tiap minggu pagi abis subuh kami pura2 lari pagi lewatin rumah dia, berharap bisa memandang wajahnya yang menurut kami dulu bersahaja.. tapi kl inget sekarang mah amit amiiiiit he hee… tapi ya itulah pikiran anak ingusan.. melihat rumahnya saja sudah deg2an katanya.. apalgi kl dia keluar waaaaaah kami saling bisik bisik itu tuh kaluar aduh kumahanya bade nyarios naon mun pendak ah kita pura2 ga liat aja yuk … dengan ‘sok’ tidak peduli kami meneruskan acara lari pagi sampe pengkolan linggarjati.. saat balik lagi kami berharap ketemu lagi he he he.. dasar yang lagi pura2 tea.. sok lebay nya..dan .. haaay dia menyapa.. wah sontak aja hati kami semua deg deg an padahal yg naksir Cuma wiwik lho kami Cuma jadi ikutan deg2an. Wah rasanya disapa gitu aja rasanya berbunga2.. eeeh ga Cuma nyapa, dia juga ngajak ngobrol.. kami sebagai penonton yang mengawal yang sedang kasmaran jadi ikut sibuk berbasa basi menutupi rasa gundahnya hati wiwik..he he…bla bla bla.. kami pun ngobrol sejenak.. terakhir yang saya ingat dia bilang kamu tuh “caem “ sama wiwik padahal saat itu kami ga tau artinya apa..dengan msh menyisakan tanya kami pun pulang …
Sepanjang jalan kami bahas eeh artina caem teh naon sih.. teuing naon teu terang. Tapi rasa penasaran kami membuat kami terus membahasnya hingga sampailah kita di tempat paporit nyaeta tangkal jambu tea… sambil nerekel metikan jambu trus kami mengunyahnya dengan nikmat… emang jambunya enak sih… tak lepas dari bahasan caem tea.. tanpa pikiran apa2 dengan kepolosannya neng teti nih menunjukan kesungguhannya ingin Bantu mencari tahu.. Tapi dasar si culun tea yang belum punya kaisin tapi jiwa penolongnya dan solidaritasnya yang tinggi besoknya saat ketemu si kaka biasa kami menyebut si cowok itu. Si teti nan polos ini nyeletuk kaka kaka ari caem teh naon siiih… (kali saat itu si kaka ketawa dalam hati dengan terbahak bahak dan pengen bilang dasar budak leutik oooon he he) tapi si kaka menjawab dengan santainya” emang kunaon..” eta tuda kamari kaka nyarios kitu teh teu ngartos “oooh hoyong terang? Caem teh artinya cantik geuliis” mulut mungil ini pun mengucap oooooh dengan panjangnya.. kalo inget jaman dulu isiiin ku polosna he he..
Akhirnya datanglah saat yg ditunggu2. si kaka ini ngirim surat cintanya buat wiwik si cantik yang mempesona ini. Dengan gaya mak comblang teti pun memberikan surat itu kepada wiwik. Dan kami berempat membacanya…how wow.. wow.. isinya seperti yang ditunggu2..dia juga naksir sm wiwik. Tapi dasar anak ingusan ya.. dah datang yang diharapkan eeeh malah bingung naon nya jawabna.. kumaha yeuh mun pendak.. dah ah kepanjangan lagi kl dibahas.. seiring waktu berjalan walau belum ada jawaban kami dan si kaka pun biasa aja ngobrol ngaler ngidul…namun singkat cerita jadian deh tuh si kaka sm wiwik … tapi yang lucu ya.. kl si kaka itu janjian mau datang.. kebetulan markasnya memang di rumah teti..(mungkin kl di rumah wiwik sendiri takut diomelin he he..) yang walau rumahnya sederhana tapi sangat nyaman buat ngumpul2 eeeh 4 sekawan ini kompak bebersih rumah teti.. ada yang nyapu.. ngelap meja.. siapin minum (dalam pikiran teti waah lumayan deh kerjaan gue berkurang ada yg bantuin he he) pokokna kompak mendukung yg lagi kasmaran hanya tuk menyambut kedatangan si kaka ini.. uuuh siapa yang mau ngapel siapa yang sibuk he he kl sekarang pada mau engga ya disuruh nyapu ngepel..he he
Tapi dasar gaya pacaran jaman dulu ya yang pacaran siapa yang ngobrol siapa… kami tuh ikutan nimbrung ngobrol tanpa memberi kesempatan duduk berdua he he kali dalam hati wiwik iiih ngapain sih ikut2an he he.. tapi lama lama kami pun merasa ga enak hati dan tahu diri juga nih akhirnya kami tinggal juga.. dan mereka menuju tangkal jambu… tapi ga macem2 kok karena ada yang ngintipin pacaran lewat jendela ha ha ha… entah apa yang mereka bicarakan tapi kami ikut ketawa2 atau ngetawain ga tau deh..
Kl saja ada obie mesakh lewat pasti dah dibikinin lagu.. malu aku malu sama semut merah yang ada di pohon jambu di depan rumah teti…. Kumaha nya nynyina mun kitu… sok lah pang ngarangkeun…
Duuh masa mau diceritain semua.. jangan deh nanti ketahuan.. sok bae terusin ceritanya menurut keyakinan masing2… ( mau nyambung?)

Baca Selengkapnya...

Minggu, Oktober 11, 2009

MATAMU BICARA BANYAK

Matamu bicara banyak ketika sekilas kita bertemu
Tentang Rindu
Tentang Cinta
Tentang Sakit Hati

Lalu kenapa jadi gundah gulana
Setelah lama tidak berjumpa

Matamu bicara banyak ketika sekilas kita bertemu
Tentang Rindu
Tentang Cinta
Tentang Sakit Hati

Lalu kenapa tak jua bertemu
Sekedar untuk berbagi cerita

Salahkan waktu karena tidak mau berjalan mundur
Salahkan Takdir karena tidak mau persatukan kita

Sebab Hati selalu jujur berkata
Aku masih Cinta Padamu..

Fuur : Ceu

Baca Selengkapnya...

Jumat, Oktober 09, 2009

4 SEKAWAN

(Teti Fathiyah '89)

Ragu ragu tuk menulisnya…. Bingung…naon nu bade diserat….

Tapi… coba aja deh bikin cocoretan siapa tahu jadi cerita yang bikin orang tertawa.. daripada cemberut … atau malah cemberut setelah baca cerita ini.. yaaah keun wae lah.. pokokna mah mencoba ..dan mencoba.. untuk berbagi cerita… tanpa dialog…

Berawal dari sebuah pertemanan kami 4 anak kecil yang imut-imut, luthu, culuuun, polooos pisan,sesuai dengan sifat dan karakter anak2 jaman baheula yang ga tau kana gaya… seperti anak sekarang yang kecil2 dah pandai bergaya nan cantik bak bidadari… wah tebiiih pisan bentenna.

Candanya..cerianya..polosnya.. seakan tanpa beban tertawa lepas bebas serasa dunia ini milik kami sendiri.. tiap pagi berangkat sekolah pasampeur sampeur, sekolahnya juga Cuma berangkat,belajar dan bubar. Tanpa berfikir pulang sekolah harus les ini les itu (jiga barudak ayeuna dijejelan ku sagala rupa les) pokokna mah bebas aja..

Tiap pulang sekolah berjalan rame-rame walaupun lumayan jauh (dulu mah lom ada yg dijemput motor komo mobil mah) sambil lari-larian…kejar-kejaran… duh bahagianya mengingat keceriaan kami..

Seringkali tiap pulang sekolah tanpa menanggalkan baju seragam yang Cuma satu-satunya kami langsung aja bermain … mainnya juga sorabi2an dibuat dari tanah yang dicetak2 sama campur mie.. ( yang diambil dari pohon merambat warna kuning seperti mie naon namina nya…) main begitu juga dah seneng banget. Da jaman baheula mah boro2 aya mainan bagus komo Barbie mah teu kenal2 acan.. Apalagi mainnya di tempat paporit dibawah pohon jambu pinggireun balong di sebuah rumah sederhana di blok 3 balangko desa caracas kecamatan cilimus kabupaten kuningan huuuh kepanjangan deh…

Pokokna mah setiap hari nongkrong bari teterekelan dina tangkal jambu metikan jambu nu masih parentil buat digerus jadi masak masakan.. sambil ngoceh seuseurian tapi lupa apa ya yang diobrolin.. maklum cerita jaman masa masa kecil hese ingetna oge.. komo kedah ditulis didieu mah dah ah tambah lieur mengingatnya.

Tapi semua keceriaan ini sayang sekali ya tidak dimiliki anak2 sekarang yang nonrongnya di depan computer, main ps, tv deui tv deui… ga ada yang seru…selain tangannya yang asyik berkutat mencetan huruf2 yg ada di keyboard.. bari chattingan katanya mah kitu…

Dulu sih teterekelan dina tangkal jambu… babancetan.. enengan.. bebentengan… waah masih pada inget ga ya…

Setelah puas bermain dengan keadaan yang kotor dan kummel tanpa segan tanpa ragu tanpa kaisin (mun ayeuna mah isin meureun) kami langsung menaggalkan apa yang menempel di badan kami…buka baju (iiiih bukan porno lho….maklum budak leutik kelas 4) kami berempat langsung nyebur ka balong… padahal eta bukan kolam renang hanya kolam ikan yang penuh leutak tapi cukup luas cukup untuk kami ngojay…waah suegerrr. Ih mun inget ayeuna mah jorok he he… tapi jaman dulu mah ngojay di kolam ikan ge serasa ngojay di cibulan…

Kebiasaan itu berlangsung dari hari kehari… bulan ke bulan.. tahun ke tahun… tanpa terasa saat itu kami sudah beranjak ‘rada gede’ nyampe juga kelas 6. Tapi maklum budak kampung jaman baheula kelas 6 ge tetep aja santai ga tersiksa mikirin belajar ataupun les di bimbel paporit (tacan aya) pikirannya maiiin terus.

Sampai pada suatu hari sepulang sekolah kami janjian untuk berkumpul di rmh salah seorang teman kami sambil membawa bekal seadanya.. dengan gaya 4 detektif cilik yang mau mencari harta karun.. kami naik ke sebuah munjul yang kata orang2 mah angker… tanpa rasa takut dan sok jagoan kami berjalan melalui jalan setapak sambil tak ketinggalan ocehan ala caracasan maneh jeung aing masih suka keluar dari mulut2 mungil kami. Akhirnya jalan setapak itu mengantar kami ke puncak munjul.. waaah hebat pikiran kami waktu itu berhasil naik kesana asa pang jagoanna .

Dengan santainya kami gelar tiker dan membuka perbekalan yg kami bawa ( teu pira Cuma nasi,sambel,sama lauk asin) tapi rasana nikmat bae da boro2 aya fried chicken mah can usum… sambil menikmati bekal kami pun dg asyiknya memandang pemandangan di bawah munjul yang indah… rumah2 berjejeran terlihat dari atas.. jalan raya caracaspun terlihat jelas.

Sedang asyik memandang pemandangan,pandangan kami tertuju pada sebuah rumah… rumah teman kami yg sudah pindah ke daerah lain… tiba2 keluar seorang ibu.. dan entah kenapa si ibu itu pun melihat kami dari bawah sana… beliau melambaikan tangannya mengisyaratkan memanggil kami…. Tanpa pikir panjang kaki mungil kami berlarian menuruni jalan setapak kea rah rumahnya. Dengan tanpa mempedulikan tikar dan tempat makan yg kami bawa tadi, ditinggalkannya tanpa dibereskan.

Akhirnya sampai juga di rumah ibu teman kami yang bernama Euis (sekarang gat au ada dimana). Tanpa basa basi si ibu yang baik ini mengajak kami ke palimanan ke rumah barunya. Tanpa mempedulikan Napas yang tersengal sengal karena balapan turun… kamipun setuju aja.. (maklum dlm pikiran kami horeeee seneng pisan diajak jalan2 naik mobil bagus, maklum jaman dulu naik mobil teh asa mewah pisan)

Dasar anak2 ya tanpa izin kepada orang tua kami pun ikut ke palimanan . ngeeeeng mobil pun melaju… pendek kata sampailah kami di palimanan bertemu dengan Euis . Euiiiiiiis teriak kami sambil bersalaman dan lansung asyik bermain … waaah dengan polosnya kami melihat rumah yang memang bagus pada saat itu mewah deh.. ditemani kue kue diatas meja.. minumnya sirup. Duuuh sirup teh jaman baheula mah asa pang enakna… dah saking asyiknya lupa alias ga mikir kana waktu yang semakin sore…..

Sementara itu….. ada apa di caracas?????

Heboooooh….ada sebuah kehebohan di caracas…. Tanpa kami tahu apa yang terjadi disana… Orang2 saling bertanya… saling bingung..cemas… beredar kabar ada 4 orang anak perempuan hilang di munjul semua panic.. ada apa di munjul… aduuuh eta aya culik… nyulik budak 4… ada pula yang berkata waah jangan jangan digondol kalong wewe… maklum di munjul kan angker jadi pikirannya macem2.. semua orang mencari kesana kemari.. maklum mau magrib belum ketemu juga.. alhasil tak juga ketemu hanya tikar dan tempat makan yang tersisa.. mereka semakin panic…

Hampir aja putus asa mau nyari orang pinter bikin bubur merah bubur putih, ayam hideung ayam putih… heuuuh judulna mah heboh bae para ortu kami…. Nyari budak 4 ga ketemu juga….

Kembali lagi ke palimanan tanpa memikirkan orang sekampung yg sedang panic paciweuh milarian budak nu leungit …eeeh si bocah kecil nih masih asyik aja main… ga mikirin waktu…komo inget pulang mah teu mikir pisan.

Soalnya dah sibuk dengan boneka2 yang pada waktu itu kami ga punya.. paling2 kami bikin wawayangan dapi pohon sampeu dipilin2 jadilah wayang..

Sambil rambut kami pun suka dikeriting pakai tangkai daun sampeu tea.. padahal mah satu diantara kami ada yang memang udah keriting asli . bayangin aja jadinya kayak apa.. tambah kriboo he he… ( nu nuju maca tong ambek nya he he…..)

Akhirnya tiba juga saat pulang.. ke ameng deui nya… kata uis sebagai kata perpisahan dadaaaaah.

Kamipun melaju kembali ke desa caracas kampung halaman tercinta…

Turun di pengkolan caracas pulang ke rumah masing2 dalam keadaan gelap disambut dengan berbagai pertanyaan eeeh tos timana…. Aya naon di munjul.. teu kunanaon kan sambil meriksa seluruh badan bilih aya nanaon… bilih teh diculik.. atanapi dibantun ku wewe gombel… duuh syukur alhamdulillah ari teu kunanaon mah…

Namun dengan polosnya dan tanpa dosa kami menjawab tos ameng ti bumi euis diajak ku mamina euis ka palimanan.. iiih resep teh mih ….rompokna sae.. kuehna raos.. emuhna sirop .. seueur boneka … naek mobil sae…

Kabayang deh muka2 polos anak jaman dulu…

Kali waktu itu orang tua gemeeees pisan saking keselna nyari kaditu kadieu..tp ditahan… eeeh anaknya lagi main2 enak enakan ya.. tanpa mikir perasaan ortu… maafin kami ya miiih …

Akhirnya dengan bangganya kami perkenalkan 4 sekawan ini dengan nama TEKI Singkatan dari nama2 kami TETI – EEN – WIWIK – WIWI yang sampai saat ini personelnya masih lengkap walaupun jarang ketemu… namun kami tetep inget akan cerita ini…

He he he inget kejadian itu ayeuna mah seuseurian baik si mimih atupun kami sbgi anak nya… teu dicarekan deui…

Yaah kejadian yang ngeselin pada jaman baheula sekarang mah jadi bahan guyonan. Wiwik…een.wiwi..masih inget kan..ceritana he he…. ( tong diemutan nu tataranjangna mah bilih isin he he)…

Yaaah lumayan deh buat ngadongeng ka anak2 yang kebetulan masih kecil2… yang tidak pernah ngalamin pengalaman kami yang cukup menghebohkan.. yang mungkin kl kejadiannya terjadi sekarang pasti dah lapor polisi…. ( bersambung )











Baca Selengkapnya...

Kamis, Oktober 08, 2009

HARTI oh HARTI


Sebetulnya aku berteman dengan Teti, aku mengenalnya sejak SMP dulu, satu Almamater dengan ku dan kami tergabung dalam Uni orang-orang bandel, sekarang kami dipertemukan lagi satu SMA. Mungkin tuhan masih punya rencana yang tersembunyi untuku, atau barang kali petualangan kami harus diawali lagi dari sini dalam kemasan yang berbeda, dimana sekarang keadan kami sudah meningkat dari banyak hal. Kelas II aku diperkenalkan dengan teman-temannya Harti dan Susi, tiga cewek jagoan ini sudah tidak asing lagi di sekolah kami, dari kelas I hingga kelas III semua paham dengan mereka, terutama Teti yang bertubuh aduhai, rambut lurus panjang melewati bahu, pakaian bergaya modern bak orang Jakarta. Tetapi mataku sudah padat melihatnya sedari SMP, orang lain banyak memuji dirinya itu karena mata mereka tidak terlatih untuk mencari sesuatu yang unik, sesuatu yang bernilai mahal. Intan yang berkilau-kilau seberat 8 kg, mutiara yang berkilat bila disiram cahaya sebanyak 2 karung tidaklah lebih mahal dibandingkan dengan safir biru berbentuk hati milik Nona Ross yang ditenggarai tenggelam didasar samudra bersama jasadnya dalam kapal Titanic, setidak-tidaknya itulah pandangan hidup ku saat itu. Kuulurkan tangan ku sembari aku menyebutkan namaku dan ia menyebutkan namanya, lalu giliran orang yang satu lagi mengulurkan tangannya padaku, aku memandang matanya barang beberapa detik lalu kujabat jemari tangannya (tentu bukan jempol semua) sambil melapalkan namanya ia tersenyum "Harti", katanya Harti namanya...
Tidak ada yang istimewa dengan kata yang menjadi namanya, kalau hanya kata "Harti", telingaku sudah akrab dengan beberapa kata harti. Bahkan tetanggaku yang menjadi gila sebab ditinggal oleh lelaki yang sudah ditunangkan kepadanya malah lelaki tersebut lebih memlih transmigrasi ke Jambi, dan bibiku yang sumbing sejak dari lahir juga bernama Harti. Harti yang ini sungguh agak berbeda, ketika kami berjabat tangan dan dia melemparkan sedikit senyuman kepadaku untuk sedikit beramah tamah dengan orang yang baru diperkenalkannya, barangkali itulah yang dimaksudnya. Tololnya aku yang menanggapi arti yang berbeda, sehingga waktu berjabat tangan malah jantungku sedang berolah raga, seolah-olah paru-paruku sesak tidak dapat menghirup oksigen dari atmosfer Cilimus yang notabene lembah kaki gunung yang sejuk dan udara yang bersih, tetapi aku merasa udara disekeliling ku menjadi karbondioksida semua. Aku segera membenahi diri dan perasaanku yang carut-marut dan tidak lazim. kami pergi ke posko kami, warung mang Rokim di hook pertigaan jalan Panawuan, diwarung itulah tempat kami beristirahat dan mengisi perut dengan dua buah bakwan dan sebatang rokok sudahlah cukup. Mang Rokim dan istrinya yang penyabar hampir tiap hari teraniaya oleh tingkah polah kami, yang jajannya sedikit tapi duduknya belama-lama bagaikan perompak yang bersandar diperkampungan pesisir selat Manaung, mambuat risih penduduk dengan tabiatnya yang buruk.
Sejak perkenalan itu kami semakin akrab saja, tegur sapa, senda gurau bahkan berkelakar kelewat batas sering terjadi, tanpa ada keraguan ataupun kecanggungan.Dalam kesehariannya Harti berbicara dengan kami menggunakan bahasa nomor 2, yaitu bahasa yang sedikit agak kasar dan seronok, baginya kami adalah sama dengan dirinya, dibenaknya antara aku dan Teti berjenis kelamin sama, dimatanya aku adalah sabat perempuan tertua yang harus melindunginya, yang harus mengantarnya dalam kegelapan malam, dia memandang aku adalah mukhrimnya dan dia mengira aku benar-benar telah menjelma menjadi kakak perempuannya. "oh..malangnya nasibku", Dia tidak akan segan-segan menjambak rambutku dan ditariknya kebelakang jika kesal padaku hinga aku tersentak dengan kepala tengadah, dia tak akan malu meraih pundakku dengan tangannya digantungkan dipundakku ditempat orang banyak, dia tak akan segan menempelkan tubuhnya pada tubuhku dalam keheningan dan sepi. Dia akan tertawa sejadi-jadinya jika aku dipermalukan oleh teman yang lainnya, dan dia akan membantu teman yang lain mencibir-cibirkan bibirnya ditujukannya padaku, dia akan bersorak ketika aku mendapatkan kesulitan dengan hukuman dari guru, dia akan bersumpah serapah untuk mengelak padahal aku hanya bertanya sedikit saja. Dia telah benar-benar menganggapku perempuan. "Asstafirullooooohhh aladziiiimm !!".
"Ti...Ti..!!!". Akankah kau sekejam itu jika kamu tahu sesungguhnya yang ada dalam hatiku ??, tidak seperti dirinya yang menganggapku perempuan, malah sebaliknya, aku punya pandangan lain pada Harti dan aku punya perasaan yang berbeda padanya, tidak juga seperti perasaanku pada teman perempuan yang lain. Aku berbeda menanggapi perkara dia dengan teman yang lain, aku berbeda menanggapi permasalahan yang ia peroleh. Jika dia dipermalukan oleh Teti yang selalu menyepelekan dia, hatiku seperti kaki yang tertusuk-tusuk akar ilalang yang aku berjalan diatasnya, kerongkongan ku seperti tersumbat biji buah kedondong. Ketika dia menjambak rambutku dari belakang kuat-kuat, hatiku bahagia seolah-olah aku telah memberikan jalan keluar dari kejengkelannya supaya tertupah-ruah keluar dari dalam isi hatinya lalu dia merasa baik.
Tanpa dia menyadari keadaannya aku sering memperhatikannya, aku sampai hapal benar detail dari sosok dia. Tentang tubuhnya yang tinggi dan montok, walaupun tidak padat. Tentang Bulu-bulu perindu yang menghiasi di lengan dan betisnya, Tentang warna kulitnya yang menurutku sangat unik, putih tidak, hitam tidak sawo matang pun tidak (mungkin sawo busuk kali yah..??).Tentang tanpa ragu dia menempelkan tubuhnya pada tubuhku ?, ini yang membuat dia menjadi seperti orang yang paling kejam terhadapku, ibarat Hitler sang pendekar Nazi yang tanpa perasaan membunuh ratusan orang sekaligus, seperti Idiamin Presiden Uganda yang menyayat lidah lawan politiknya dan dia memakannya, aku melihatnya dari poster film tentang Idiamin di bioskop misbar.
Harti tidak memahami bahwa aku sedang beranjak dewasa. Aku terlalu lemah untuk menahan daya racun getah testosteron, akar segala kejahatan yang secara sporadis dapat menyerang anak-anak Adam yang baru beranjak dewasa. Mulutku bagaikan mulut anjing sehabis berlari, menjulur-julurkan lidah dan meneteskan air liurnya, testosteron itu telah membawaku kepada pikiran yang tidak logis. Seketika aku bisa lupa bacaan Al-Fatihah yang setiap hari aku lafalkan sekurang-kurangnya 10 kali, bahkan aku tidak mampu menghapal surat Al-Ikhlas yang sangat pendek. Aku semakin merasa bersalah kepada KH. Abdullah Gymsantiar pengasuh management Qalbu dan aku tidak berani menatap posternya KH.Abdurrahman Wahid begawan NU. Moralku tercabik-cabik dengan hayalanku yang semburat dan tak waras.
Sulitnya aku bersandiwara pada nuraniku bertahun-tahun, ini membutuhkan cadangan energi yang banyak. Setiap hari tubuhku terasa semakin berat, padahal badanku semakin kurus karena aku semakin sering mandi, mungkin mandi itulah yang membuat badanku semakin kurus, seperti kata mutiaranya Jhon F Kenedy :" cikaracak ninggang batu laun-laun jadi dekok", artinya tetesan air yang benimpa batu lama-kelamaan batu itu akan terkikis juga. Itulah sebabnya badanku semakin hari semakin tipis saja. Ternyata perasaan semakin berat itu berasal dari hatiku yang tidak punya kemampuan untuk berterus terang. Aku takut perasaan ini Dia tahu, aku takut perasaan ini orang lain tahu dan aku lebih takut lagi kalau geng kita tahu perasaanku ini. Tak dapat kubayangkan olok-olok yang akan kuterima tiap hati, aku akan mendapat senyum olok-olok tiap kali aku bangun pagi, aku akan jadi buah bibir di sekolah.
Keangkuhanku telah menelan nuraniku habis tanpa tersia satu tetes darahpun, menghimpit tubuhku dengan pohon enau yang masih berduri, aku bak pesakitan paling berbahaya dirumah bui Guantanamo. Logika yang selalu diasah oleh rumus fisika telah berbuat tidak adil pada hatiku, logika menghendaki aku menguburkannya perasaan itu dalam-dalam agar kelak ratusan tahun kedepan sudah menjadi fosil yang akan digali oleh anak cucu kita, dan menyuruhnya menenggelamkan perasaanku kedalam samudera hindia agar ditumbuhi tritip yang menjadi sarang ikan laut berkembang biak, logika juga meminta perasaanku dilempar keatas langin yang menjadi hamparan kitab alam semesta untuk hanya dijadikan catatan yang kelak dibaca oleh anak-anak kita, logikaku telah berbuat tidak adil pada diriku.
Sekarang saat yang tepat untukku membacakan kitab langit yang telah aku tuliskan dahulu ketika aku beranjak dewasa, lalu aku robek-robek hingga berkeping-keping dan kutelan mentah-mentah hingga aku memuntuhkan segala kekesalan dan kejengkelan pada sang keangkuhan yang dulu aku pernah berbakti padanya. Sekarang usiaku sudah udzur dan tidak lama kemudian seleksi alam akan mengeliminasiku dari muka bumi, keangkuhan telah lama kulepaskan, kesalahanku dulu yang tidak adil pada diriku sendiri telah ku maafkan. Dulu aku tidak berani mengutarakan perasaanku pada Harti adalah sebuah kesalahan, pada saat itu aku beranggapan tidaklah lazim seorang teman mengutarakan perasaan cintanya pada temannya sendiri, aku beranggapan manalah mungkin Singa jantan ritual dengan Macan betina, Darwin sekalipun tidak akan menyarankan hal itu. Walaupun diantara kami tidak akan terjadi kesalahan DNA dalam menguraikan kode genetik, karena kami beda Bapak lain Ibu, hanya Dia saja yang beranggapan bahwa aku kakak perempuannya. Kalau saja dahulu aku sedikit cerdik, mungkin aku akan membicarakannya dengan Babeh Saqila sebagai kepala suku dari bangsa pedalaman Manecis.
Sekarang 21 tahun telah berlalu, aku telah mempunya anak dan istri dan aku bahagia bersama mereka. ingin rasanya dia tahu istriku sekarang, dan aku dapat bayangkan jika dia dipertemukan dengan istriku, dia akan tertawa terpingkal-pingkal dan berteriak histeris, " ha..ha Dadaaaann ?? gue baaaangngeeeeett..??". Istriku mirip sekali dengannya, dari kulitnya, bulu perindunya, dan banyak hal. Aku baru mengerti bahwa aku menyukai spesies ini, dia punya kekerabatan walaupun beda ordo. Aku teramat mencintai istriku melebihi dari yang ia tahu, istriku adalah cinta sejatiku, (bukan karena aku menulis cerita ini dirumah dan istriku lalu-lalang dibelakangku...yeeeyy !!). Harti adalah inspirasi imajinasiku untuh menemukan cinta sejatiku, terima kasih Harti kamu telah pernah hadir dalam imajinasiku, semoga kamu bahagia selamanya.
Tamat.

Baca Selengkapnya...

Rabu, Oktober 07, 2009

KENANGAN PUTIH ABU


Pagi yang hangat, udara segar berhembus dari pegunungan Ciremai membawa embun pagi, tanpa henti, tanpa mengenal lelah berjalan melewati setiap kehidupan di muka bumi cilimus, harum bunga edelweis yang turun dari puncak gunung dibawa angin terasa menyegarkan, matahari pagi sinarnya menerobos embun-embun jatuh mengenai dedaunan, bunga plamboyan merah merekah menutupi seluruh bagian pohon yang rindang didepan kelas SMA Necis, para siswa sudah berjemur di teras kelas sedari pagi sambil menanti jam masuk sekolah, bila menghadap ketimur pandangan mata dimanjakan oleh indahnya hamparan kebun ubi jalar yang tertata rapih seluas mata memandang,butiran-butiran air hujan sisa tadi malam yang disinari matahati berkilau-kilau diatas daun ubi jalar, bagaikan hamparan mutiara yang menutupi setiap inci dedaunan. Lorong halaman kelas yang terbentang dari timur ke barat lalu berujung di musola,siswa-siswi putih-abu berkerumun-kerumun disetiap tiang penyangga atap halaman, suara-suara gurauan remaja polos tanpa beban kehidupan terdengar indah nan mengesankan, canda-tawa, senda-gurau melengkapi indahnya siraman sinar matahari pagi, tak tercuali konstruksi gigi, semua ditebar dipagi ini, bibir direntang lebar-lebar memberi kesempatan gigi keluar menengok sinar matahari pagi,ada yang putih bersih, ada yang putih kusam, kuning jagung, ada pula yang kehitam-hitaman. Ada yang tertata rapih berbaris, ada pula yang ditata sembarangan tak beraturan.
Bel masuk berbunyi :"teeettt...teeettt...teeettt".Duduk dibangku kelas pagi ini terasa gembira, melihat wajah teman sekelas satu persatu, tidak ada yang berubah masih tetap seperti yang kemarin, wajah-wajah ceria yang memancarkan air muka kepolosan terlihat siap menghadapi pengajaran dari guru killer sekalipun. berbagai perangai dari yang manja, jinak-jinak mangkrem, judas, tengik,jahil, dungu, hiperaktif, semua dipentaskan pagi itu.
Keseragaman yang diciptakan oleh penguasa Negeri ini yang berbahan dasar militer membuat orang asing sulit untuk membedakan kemampuan diantara kami. Pakaian sama putih-abu, atributenya juga sama, dilengan baju kanan gambar buku dan kapas, dan dilengan baju kiri nama sekolah, didada kanan nama spesies yang bersangkutan.Akankah bisa dibedakan dari yang satu dengan yang lainnya ??, sulit rasanya selain kehafalan guru-guru pengajar kami yang menggeluti kami setiap hari. Bagi guru yang tidak fasih menghapal kemampuan dan tabiat kami, beliau dapat saja menggunakan cara-cara lama yang dikutip dari filosof berkarat Aristoteles, guru besar filsafat ortodok berasal dari negeri orang berkulit pucat, bahwa: "nilai IPK siswa SMA Necis berbanding lurus dengan luas keliling lubang celana panjang bagian bawah", "sedangkan kemampuan siswi SMA Necis berbanding lurus dengan jumlah panjang pakaian bawahnya".(pembaca bebas mentafsirkan filosofinya Aristatoan di atas).
KAMI MEMANG SAMA
Dari pakaian yang dikenakan, dari keceriaan dalam kebersamaan, dari kebebasan hati yang tanpa tendensi, dari kenaifan yang tidak disadari, kami memang sama.Dari kepanikan menghadapi guru yang killer, dari ketenangan menghadapi guru BP (bimbingan Prestasi) yang lebay, tidak berbeda.Pluralisme berbagai latar belakang kehidupan keluarga bukanlah menjadi sekat bagi kami dalam bertabi'at, ada anak Jaksa Penuntut Umum yang Ayahnya ditakuti para penjahat di seantero bumi Kuningan, kami tidak memperlakukannya istimewa.Ada saudara guru kami yang apabila beliau berkehendak, bisa saja kami dibuatnya seperti ikan asin dengan sedikit polesan pormalin ditubuh kami, itupun tidak membuat kami jadi rikuh.Perkara kami tidak sama dalam kepandaian ??, itu perkara lain. Ini merupakan pembelaan, bukan hanya sekedar pembenaran.he..he..he.
MENGENANG
Setelah dihitung-hitung, usia saya sekarang sudah suntuk. Tapi mudah-mudahan jangan dikirakan pikun jika saya sulit mengingat-ingat rangkaian kejadian masa silam, masa remaja kita di SMA Necis. Waktu saya coba bayangkan masa itu, gambarnya putus-putus dan mengabur. Mungkin karena tidak cukup berbakat mengembalikan ingatan masa itu yang sangat jauh jaraknya dari hari ini. Oleh karena itu saya tunda keinginan untuk berpikir, lalu menyerahkannya pada keperkasaan sang waktu yang tidak mungin bisa saya lawan, dan membenamkan akal pada kewenangannya.
Sekedar iseng-iseng saja saya mencari kenangan yang masih segar di ingatan saya, namun tak banyak yang bisa saya ingat. tujuan dari penulisan ini, saya hanya sedang merindukan masa itu, masa dimana saya merangkul kebahagiaan yang sejati, kenangan masa itu adalah harta yang tidak ternilai bagi saya, dimana saya tidak bisa menambah, mengganti, atau memperbaiki kenangannya. Saya tidak punya kemampuan untuk kembali ke masa lalu seperti Doraemon, tokoh film kartun dari negeri kamboja merah yang mempunyai mesin pemutar waktu,dengan mesin itu bisa melemparkan manusia kembali kemasa lalu............................

Baca Selengkapnya...

Senin, Oktober 05, 2009

ANDY TEMAN SEKAMARKU

Sore yang cerah, sebelah berat terlihat dengan jelas Gunung Ciremai tegak berdiri dengan kokohnya seolah jadi pelindung bagi warga Kuningan, aku bermain gundu dengan tiga temanku di pekarangan rumah kosanku yang halamannya luas hampir seper tiga lapangan sepak bola.
Andy Rusgandy teman seranjang denganku, kami kost dirumahnya Nunu yang tidak jauh dari sekolah SMA Necis, hanya berjarak 400 meter saja dari kampus kami. Andi bersal dari Luragung, dia satu sekolahan denganku namun kami tidak satu jurusan, Andy jurusan sosial sedangkan aku jurusan fisika.
Andy temanku yang berparas tampan, kulitnya putih walaupun sesungguhnya tidak terlalu bersih, tetapi sepintas terlihat bersih karena tertutupi oleh bagusnya warna kulit yang putih dan tidak pucat, tubuhnya tinggi kira-kira 172 cm. Ia punya kebiasaan buruk yang tidak dimiliki banyak orang, kegemarannya ngupil tak bisa berhenti, tidak suka mandi dan kebiasaan susah bangun pagi. Temanku yang satu ini sangat menyukai tidur, bermalas-malasan dan ia sangat menjauhkan dirinya dari olah raga, kalau berangkat sekolah cukuplah membasuh muka dan membasahi sedikit rambutnya ,sehingga rambut yang dipinggir mukanya saja yang tampak basah, sedangkan rambut bagian tengahnya masih tetap kering dan mengambang bila disisir.

Di sekolah dia banyak dikerumuni wanita, dua, tiga, bahkan 4 wanita yang sedang berbincang dengannya tiap kali aku melihatnya disekolah, tentu saja demikian karena dia laki-laki yang paling tampan disekolah SMA Necis angkatan '88. Terkadang aku iri padanya, pikiranku berbicara : "mengapa Tuhan tidak menukar saja parasnya dengan parasku barang sebulan saja
dalam setahun, tentu aku dapat merasakan bagaimana rasanya dikelilingi banyak perempuan, namun aakhh.. pikiranku kotor, berangan-angan sesuatu yang mustahil, ibarat si pungguk merindukan bulan, itu tidak masuk akal, kecuali kalau ada astronot yang bernama "Mr. Pungguk
".
Walaupun dia diberi karunia Tuhan dari parasnya yang tampan namun sesungguhnya tidak setimpal dengan nasib cintanya, Yeni namanya perempuan yang memikat hati Andy, Yeni bersal dari Kasturi rumahnya disamping masjid desa, hanya berselang satu rumah sebelah barat masjid. Sering kali Andy mengantarkan Yeni sampai jalan raya tempat pemberhentian mobil angkutan, itulah sebabnya kami sering tidak pulang bersama-sama sampai di rumah kosan, sebab dia punya proyek tersendiri, sedangkan aku hanya berpikir tentang periuk nasi yang sering terdahului si Diding sodaranya Nunu.

Tentu saja Andy tidak bisa mengantarkan Yeni sampai kerumahnya, karena Ibunya Yeni tidak menyukai kedekatan mereka, yang belakangan aku tahu bahwa Yeni telah dijodohkan dengan polisi muda yang juga masih kerabatnya.
Pernah suatu hari Andy mengantarkan Yeni sepulang sekolah sampai ke depan rumahnya, kebetulan kami akan pulang kerumah masing-masing dihari sabtu, Andy ingin sekali mengantarkan Yeni sampai rumahnya dan duduk barang sebentar dikursi rumahnya, lalu meneguk barang segelas air teh sambil menyapa ramah ibu bapaknya, itu obsesi Andy barangkali. Tetapi kenyataan tidak berpihak padanya, dewi portuna sedang tidak bersahabat denganya, barusaja kami bertiga turun dari angkot 05 jurusan Cirendang - Ancaran yang berhenti tepat didepan pintu halaman rumahYeni, kulihat ibunya sudah berdiri di pintu besi halam rumahnya, aku segera menyapa "Buu !!". Sambil merengkuhkan kepala meniru unta yang sedang berjalan dan dipunggungnya diberikan beban, yang apabila berjalan kepalanya manggut-manggut. Ibunya tidak membalas sapaanku, dengan muka yang diseram-seramkan lalu bibir ditarik kebelakan dan pipinya sedikit digelembungkan menirukan macan ompong sedang berkumur-kumur. Lalu dia meraih tangan Yeni dituntunya agak kasar kedalam melewati pintu pagar besinya, lalu dikuncinya kembali pintu pagar rumahnya, sejenak kami termangu bagaikan ayam pedaging mendengar bunyi keras petasan Mang Udi, tenggorokan dan leher kami tak bisa digerakan, segera dalam hatiku mengucap "walaa.kadallaaahhh, mampus siah". Aku memandang Andy dan mengajaknya tersenyum, tujuanku memberikan dukungan moril agar ia tidak memikirkan kejadian ini, tetapi rupanya dia masih belum siuman juga.

Senin pagi adalah hari yang paling tidak aku sukai, upacara bendera dan berjemur itu tidaklah jadi beban buatku, bahkan rajia anak Osis juga tidak membuatku takut atau risih, tetapi kalau sudah dipanggil kedepan barisan upacara karena menunggak SPP ber bulan-balan ?,. Nah.. ini !, ini yang membuatku malas mengikuti upacara bendera, aku malu oleh Susi Ratnawati '87 dan Evi . '87. Seandainya saja keduanya tidak masuk sekolah setiap hari senin, mungkin bukanlah halangan bagiku walaupun dijemur sampai sore dan setiap hari senin sekalipun, aku malah lebih senang dijemur daripada masuk kelas, ini memang tidak masuk akal.
Semenjak Pak Uci Sanusi mengajar di SMA Necis memang jadi ada kebijakan disiplin ketat, Pak Uci yang obsesinya masuk AKMIL (Akademi Militer) tidak terkabul dan Beliau melimpahkan obsesinya pada murid-muridnya di SMA Necis.

Endang Rahmat sebagai komandan upacara berteriak patah-patah menirukan militer dengan suara menggelegar memberi aba-aba kepada peserta upacara "siiiaaaaaaaapppp ggrrrrraaak" , aku segera berdo'a agar pembina upacaranya Pa Ahmad Kosasih guru agama, dialah yang bisa menghibur jantungku agar tidak berdegup terlalu kencang.
Akhirnya selamat juga pagi ini aku dari kejaran SPP dan atributte seragam sekolah yang warnanya seperti bungkus kue wajik.

Jam pelajaran pertama adalah fisika. Pa Dadang menerangkan teori fisika menirukan Albert Einstein, begawan fisika dari negeri antah berantah, kali ini beliau sedang menerangkan teori atom E = m.c2 dipapan tulis, pa Dadang adalah guruku yang paling tak acuh dengan kenakalan siswa, baginya yang penting pintar dan bisa menyelesaikan soal-soal, Ia lebih menekankan hasil akademik daripada disiplin militer, yang belakangan aku tahu beliau adalah sarjana dari institusi keguruan jurusan ilmu pasti, bukan dari institusi keguruan jurusan AKMIL, atau STPDN jurusan Jatinangor. (pada akhir sekolah, penulis diberi nilai fisika 7 di STTB).
Pa Dadang adalah sosok Guru yang (cowok banget), tinggi badannya kira-kira 168 cm, parasnya seperti orang timur tengah, jambang dan kumisnya tertata rapih sedangkan janggutnya selalu dicukur bersih. Beliau guru yang kalem dan berwibawa dan aku senang pelajaran fisika karena gurunya tidak pobia padaku dan Ahmad Sanuri.

Pa Dadang bukan termasuk pemburu aku, seperi Pa Nana (Evan) guru olah raga yang memberi nilai 4 pada STTB ku, bisa dibayangkan, aku yang notabene pemain andalan tim sepak bola SMA Necis, pemain andalan bola voli bersama Tion dan Fuad, juga pemain cadangan basket yang tak pernah diajak bertanding, aku hapal betul ukuran lapangan sepak bola, berat bola sepak, bola voli. Hanya saja aku tidak hapal tinggi badan Pa Nana (Evan). Mungkin itu yang menjadi pertimbangan bapa ini memberi nilai aku 4 di STTB.

Westerling van manecis yang bertubuh pendek ini telah menghancurkan cita-citaku jadi guru olah raga, aku tidak mungkin diterima di IKIP Bandung. Bagaikan Suhu Macan Akar dari perguruan silat tradisional yang ditakuti, dengan sorot mata dan gerak-geriknya yang selalu mencari sosok aku dan siap menerkamku.
"Baajjjjingaaaaannnnn..." itulah teriakan yang ditujukan padaku, yang kerap kali aku dengar dari mulutnya, yang seketika bisa berubah jadi drakulla (jurig import) atau monster black meke meke keluaran negeri bonsay. Ia telah menyandang seluruh gelar-gelar yang seram dariku berhubungan dengan tatacara lama seperti kompeni dalam merenepkan disiplin.
Pa Nana sangat berbeda dengan Pa Rasim, Darwin sejati yang apabila mengucapkan "omnevivum ex ovo and omne ovum ex vivo" bibirnya dicibir-cibirkannya, beliau sangat antusias sekali jika menerangkan teori kromosom, dan paling sering mengulang-ngulang kata "zigotta" aku paham artinya dan aku suka itu.

Suatu hari dia mengeluhkan tentang perjalanan dari rumahnya kesekolah dengan mengendarai motor vespa tahun alip, yang kalau pulang sekolah meminta bantuan murid untuk menyakan motornya, karna sebelum 47 kali diselah maka belum bisa nyala. Didepan kelas dia menceritakan pronologinya :
"Waktu saya berangkat, dijalan saya diberhentikan polisi, lalu saya berhenti, eeehhh.. dia hanya bertanya sedikit sajah"
Polisi :"mana SIM ??"
"saya jawab ke sekolah, terus saya berangkat lagi".
Tentu saja kami tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya, dan pa Rasim pun ikut tertawa, padahal ia masih belum mengerti maksud dari tertawa kami. Wah..wah..wah Darwin kita ini sebenarnya pandai sekali namun usianya yang menjelang magrib sehingga mendekati pikun, atau memang beliau kualat dengan teori evolusi Darwin-nya yang mengatakan bahwa manusia mempunyai kekerabatan dengan kerabatnya.
Lagi-lagi Sanuri yang dapet pertanyaan teori kromosom, padahal Pa Rasim sebenarnya mencari aku, tapi aku mempunya taktik muslihat dengan menggunakan teori bayangan matahari dibalik tiang, aku selalu bergaser-geser mengikuti irama pergerakan mata guru yang di halangi pandangannya dengan tubuh teman yang dihadapanku.

Ahmad Sanuri sekarang sudah sukses, Ia menjadi guru matematika di sekolah asalnya SMA Necis. Sanuri adalah murid yang mendapat rangking dua setelah aku, kalau dilihat dengan menggunakan teori teleskofis, dimana sebuah benda dihitung terbalik dari subjeknya.
Sejak dulu Ia senang dengan pelajaran matematika karena Ia mengidolakan guru matematika, Bu Titin guru yang cantik, tidak terlalu tinggi namun bertubuh padat dan masih muda. Yang paling pandai di kelasku sebenarnya Toto Sugiarto yang menikah dengan teman sekelas kami, Ia meneruskan kuliah di Geologi ITB (Institute Teknologi Bandung) ia lebih memilih jurusan tukang gali sumur minyak ketimbang jadi guru. Tidak seperti Hendra yang waktu TK bercita-cita jadi Guru malah meneruskan kuliah di ITI (Institute Technologie Indonesia) Serpong, Teknokrat yang satu ini sekarang sudah sukses menjadi trainer dan dapat mengumpulkan uang 4 kresek dalam tempo 30 menit, ia waktu kecil sangat terinspirasi sekali oleh ayah temannya yang menjadi juragan martabak mini.

Malam ini aku bermimpi sangat seram, di dalam mimpi itu aku menceburkan diri dari atas kapal Titanic kedalam samudera lautan lepas. Seperti tokoh Ross kekasih Jack dalam film Titanic. ketika aku menyentuh air samudera itu aku terperanjat dan bangun, kaget yang teramat sangat, suara Andi dan Nunu juga terdengar jelas "aauuwww.." secara bersamaan, lalu disusul dengan suara bentakan dari arah pintu kamar, menggelegar bagaikan halilintar "Molor bae siiiaaa..", "solat subuuuhh... !!!".
Kulihat A Didi kakaknya Nunu sudah berdiri didepan pintu kamar menenteng ember besar. badanku terasa dingin, kulihat Andy dan Nunu basah kuyup, kulihat kasur penuh air, aku sadar bahwa kami baru saja disiram air oleh A Didi.
Kami selalu tidur bertiga seranjang, dan setiap malam kami tidur larut malam karena kami tidak bisa menghindari bermain kartu gapleh (domino). Kalau urusan sholat, keluarga Nunu tidak kenal kompromi, tidak ada alasan apapun untuk kami tidak menjalankan sholat, Aku dan andy boleh telat membayar uang kost atau bahkan tidak membayar sekalipun, itu tidak akan berpengaruh bagi mereka, tapi apabila telat urusan sholat, maka air satu ember besar akan jadi
milik kami.

Kami segera berbenah diri untuk sholat subuh berjamaah, yang jadi imamnya Bapak (Bapaknya Nunu), dirumah itu ada mushola kecil disamping rumah, disitulah kami selalu menjalankan sholat berjamaah. Bapa yang jadi imamnya, kami selalu kerepotan karena Bapak membacakan ayat-ayat yang sangat panjang-panjang, kadang-kadang bisa membaca separuh surat Yasin. Tentu saja kaki kami bergetar dan berubah-ubah posisi karna tidak ditopang oleh iman yang kuat dan keikhlasan mendirikan sholat. Tetapi aku masih mending dibangkan dengan Andy, yang kalau sholat jarang mengambil air wudlu dulu, dia selalu mengambil tempat paling belakang disamping jendela. Suatu hari aku ingin melihat gerak-geriknya sewaktu sholat, kumiringkanlah kepalaku sedikit kesamping dan kulirik dengan sudut mataku kearah Andy, ternyata... tubuhnya bersandar di kusen jendela dan kepalanya persis sejajar dengan lubang jendela, kakinya diangkat satu dan ditopangkan di bawah lutut bagian dalam, dia sering melirik kesamping dan meludah keluar jendela.

Firaun yang satu ini memang sungguh keterlaluan, Penyamun gula merah dari negeri Luragung ini sungguh tidak menyadari bahwa setelah ia meludah kesamping kanan itu telah mengenai muka malaikat Rokib, yang bersama malaikat Atid sedang membawa buku Cashflow amal baik dan buruk kita, akankah malaikat Rokib yang mempunyai dendam pribadi kepada Andy mau memaafkannya ? Aku tidak yakin !!.
Aku mengira di akhirat kelak Malaikat yang dua itu akan memberi kesaksian yang memberatkan padanya. Tapai sampai sekarang aku selalu berdo'a untukmu Dy ! semoga saja Malaikat itu tidak lagi ingat kejadiannya, dan kamu juga harus berdo'a Dy ! kamu harus lebih sering mendirikan shalat tahajud memohon ampunan kepada Alloh atas salah dan dosa yang telah pernah kita perbuat, baik yang terasa maupun yang tidak terasa, baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja,semoga Alloh mengampuni dosa-dosa kita Ammiiinnnn.......

Kisah ini diceritakan oleh penulis dengan ingatan yang terbata-bata, karena didalam cerita ini nama tokoh dan nama tempat tidak ada yang disamarkan, maka dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya apabila cerita ini menyinggung perasaan para tokoh, kisah ini dibuat hanya berdasarkan perspektive penulis dan tidak seluruhnya benar terjadi.

Tulisan ini dibuat dengan open-source, apabila pembaca ingin merubah, menambah atau mengurangi silahkan buka di :
http://manecis.blogspot.com/2009/10/andy-teman-sekamar.html

Tulisan ini masih bersambung, apabila dalam komenter banyak yang pembaca yang menghendakinya, maka penulis akan segera menerbitkannya.

Wassalam,
penulis.






Baca Selengkapnya...

Minggu, Oktober 04, 2009

Pertentangan hati menuju reuni


Lelaki yang dibawah pohon kelapa itu, dalam lindungan bayangan daun-daun yang menutupi teriknya sinar matahari siang itu, terus menerus matanya memandang ke arah timur, pandanganya yang polos seolah-olah tak berdosa dilemparkannya jauh hingga kepematang terakhir di samping kampung tetangga. Rupannya lelaki itu suka menyendiri dipematang sawah untuk menghindari hiruk-pikuk keramaian aktipitas orang-orang yang bergelut, berebut mencari nafkah. Rupanya lelaki itu adalah aku, yah ! aku. Aku yang sering kali menyendiri dipematang sawah dibawah pohon kelapa dan kadang-kadang dibawah pohon nangka, bosan aku memandang ketimur lalu kapalingkan pandanganku ke arah barat, jelas rupanya terlihat dari kejauhan anakku melambai-lambaikan tangannya isyarat memanggil aku maksudnya mungkin, (ha..ha..cangkeul nulis carita make baha anu daria mah,,). aku berjalan dan menghampiri anaku, setelah sampai kutanya dia "Aya naon Neng ?" aku memanggil dia "eNeng" padahal namanya bukan itu, dalam akte kelahiran namanya Nakita Piksi d'Satyavadin, "aya tamu Pih" jawab anakku,(Mohon ma'af kepada pembaca, dalam percakapan ini penulis menggunakan bahasa sunda dan campuran, tidak menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar dengan tujuan agar sesui dengan percakapan aslinya.) sampi dirumah kujumpai tamu itu, sempat aku mengernyitkan dahi mengingat siapa gerangan ini, perasaanku pernah mengenalnya, tidak perlu lama aku sudah dapat mengingatnya, si Dede, Dede Suharto teman sekolah aku di SMA Cilimus angkatan '88. Segera aku beramah tamah layaknya dengan teman yang sudah lama baru berjumpa lagi. si Dede mengutarakan maksudnya menemui aku untuk mengantarkan undangan reuni SMA Cilimus angkatan '87, '88, '89 dia juga menceritakan pentingnya dan manfa'atnya ikut reuni sebab dia juga salah satu kordinatornya, lama kami berbincang-bincang lalu dia permisi pulang.

Berhari-hari aku berpikir hanya untuk memutuskan apakah aku akan menghadiri reuni tersebet atauhah tidak akan datang, hatiku sungguh belum sanggup untuk bertemu dengan kawan-kawan lama semasa SMA dulu, ada persaan malu, minder, risi dan perasaan-perasaan lain yang sering teringat, semakin hari aku semakin berhitung tentang apa yang aku dapat raih setelah selesai dari bangku SMA ? apa yang bisa aku banggakan sehingga aku bisa berceritra nanti pada temen-teman ? masa depan apa yang akan aku bahas dengan mereka ? apakah mobilku tidak terlalu tua dibandingkan dengan mobil mereka ? apakah kulitku akan terlihat lekang dibanding dengan kulit mereka ? apakah handphone ku tidak terlalu murah dibandingkan dengan hendphone mereka ? akan bilang apa aku apabila mereka bertanya tentang apa pekerjaanku sekarang ? bekerja dimana istriku ? dan banyak pertanyaan lagi yang teringat dalam benakku, semakin bertambah hari semakin bertambah banyak pertanyaan dalam benakku yang tidak akan mampu kujawab, karena memang aku tidak memiliki semua yang menjadi pertanyaan diriku sendiri. Suatu malam sungguh aku tidak bisa tidur hingga sudah larut malam, pikiranku terganggu dan wajah murung tidak bisa aku sembunyikan lagi dari tatapan anak dan istriku, disaat istriku terjaga dari tidurnya dan sudah hampir waktu subuh dia menoleh kearahku, sejenak kami saling bertemu tatap, lalu istriku bangkit seraya bergumam "karunya teuing si Papih sirahna dugi ka ngebul, cepilna kaluar api nuju ngemutan nyiar nafkah kanggo urang Neng" telingku masih jelas mendengar gumamanya dan aku merasa bersalah pada mereka, kerena sesungguhnya aku tidak sedang berpikir mencari nafkah aku tidak bisa membiarkan perasaan bersalahku terlihat matahari, aku harus berbicara padanya tentang apa yang aku pikirkan. Cepat sekali istriku membuat kopi dan disuguhkannya padaku, pada saat itu aku membicarakannya kepada istriku tentang apa yang sedang aku pikirkan, tentang takutnya aku bertemu dengan teman lamaku. Istriku rupanya kecewa dengan apa yang aku tuturkan, ia berusaha membesarkan hatiku untuk tetap bisa datang di reuni tersebut, ia menginginkanaku berjiwa besar untuk tidak malu dengan apa yang dapat kami peroleh selama ini, rizki orang tidak akanlah sama demikian pula dengan takdirnya, manusia diciptakan oleh tuhan dengan berbeda-beda hanya semata-mata karena kehendakNya, tiada Tuhan membeda-bedakan makhlukNya melainkan karna ketakwaannya, begitulah ia menuturkannya dengan menirukan gaya Mamah Dedeh da'iyah kondang.

Pagi itu turunlah hidayah kepadaku, aku bulatkan tekad untuk menghadiri reuni bila tiba saatnya nanti, persiapanpun kami kerjakan selama dua minggu sebelum hari itu tiba, sekarang disetiap kali aku mandi aku memakai pemutih kulit merk BIORE yang dibelikan istriku karena aku mengeluhkan tentang kulitku yang hitam terbakar matahari, aku membongkar lagi lemari pakaian untuk mencari pakaian baju kemeja warna putih, tapi hanya menemukan kemeja yang mendekati warna putih, terus mencari celana jeans biru dan aku menemukannya akan tetapi ukurannya terlalu ketat, tidak apalah sebab katanya manusia sama dimata Tuhan, kalau demikian tentunya Tuhan tidak akan menanyakan ukuran celana saya, setiap malam aku berlatih mejawab secara diplomatis pertanyaan-pertanyaan seperti diatas dengan meniru gaya SBY. Lebaran tiba persiapanpun telah matang, aku siap menjemput hari itu.

Harinya telah tiba, aku sudah berada di depan sekolah SMA Cilimus, dengan gemetar aku masuk melewati pintu gerbang, hanya beberapalangkah dari pintu gerbang sudah dapat ditemui tiga orang penerima tamu, dengan senyum ceria mereka menyambutku, seketika itu aku yakin mereka adalah temanku dulu, seraya mereka menyapa "Dadan nya ??" sambil mengulurkan tangannya, ketika kujabat jemari tangannya..jempol semua (ha.ha. ieu tehkeur nulis tapi hayang bae hereuy) lalu ditunjukannya aku dengan penuh kehangatan untuk terus menuju balandongan, baru beberapa langkah aku sudah disambut oleh beberapa teman sekelasku bersama-sama kami menuju tenda dan ternyata di tenda sudah berkumpul temen-teman sekalian.
Kamipun larut dalam suka cita, senda gurau, tegur sapa sambil menyesuaikan pandangan mata, mengadaptasikan penglihatan deng ananatomi tubuh teman-teman yang kebanyakan dari mereka tubuhnya telah tumbuh dengan subur, paras muka yang sepintas tidak aku kenali lama kalamaan mulai bisa mengingatnya, seingatku di tahun '88 tubuh dan paras setua itu mirip Pa Uci Sanusi (Bp. relevansi) pa Uci itu paling suka bilang relepan bahkan sekali pidato senen pagi beliau bisa mengucapkan relepan berulan-ulang.

Sampai siang kami berbicang-bincang bersenda-gurau tak satupun ada pertanyaan yang aku duga sebelumnya seperti punya mobil apa?, bekerja dimana ?, kuliah dimana ?, istri/suami kerja dimana ?, yang mereka tanyakan hanya berapa jumlah anak ? dan tinggal dimana sekarang ? dimata teman-temanku tolok-ukur keberhasilan seseorang itu equivalen dengan jumlah reproduksi budak, hahaha padahal aku sudah bersusah payah berlatih untuk menjawab, semua yang kukira, semua yang kubayangkan dan semua sakwa-sangka itu semua tidak terjadi, yang terjadi hanyalah sukacita, riang-gembira, senda-gurau, dan merasa lebih muda dari usia yang sesungguhnya.

Itulah perjalanan hati saya setelah menerima undangan reuni hingga menghadirinya, dengan segala kerendahan hati saya mohon ma'af kepada istri dan anak saya, mohon ma'af kepada temen-teman saya se SMA dulu angkatan '87, '88, '89, mohon ma'af kepada pemrakarsa dan panitia reuni SMA Necis th 2009, mohon ma'af kepada Guru-guruku dulu.

Penulis menceritakan ini bertujuan untuk menghimbau kepada teman-teman yang belum sempat mengikuti reuni karena kesibukan dan atau halangan lainnya, atau bahkan punya prasangka yang sama dengan penulis, usahakan untuk mengikutinya apabila dikemudian hari mendapat kesempatan diundang dalam acara reuni, dengan tidak bermaksud menggurui tetapi penulis menceritakan bahwa penulis telah mendapatkan kembali kebahagiaan yang sejati layaknya waktu remaja didalam reuni, walaupun hanya sebentar penulis merasa bahagia sampe sekarang.

Tamat.

Baca Selengkapnya...

Sabtu, Oktober 03, 2009

Menantimu di lampu merah Cijiho

Dua puluh tahun yang lalu, waktu itu aku masih pake baju putih abu dan ada KISAH KASIH YG TAK TERLUPAKAN. Setiap mau brangkat sekolah, aku selalu menunggu teman ku di lampu merah Cijoho, harapannya sih dia belum lewat agar aku bisa nebeng naik motor vespanya sampai ke sekolah, pan slamet tuh uang 100 perak buat ongkos teh bisa pake jaaa..jan. ha..ha..ha.....

Sungguh Dra.. aku slalu merindukan mu dan menunggumu dibawah lampu merah Cijoho kalo pagi, and kalo siang dibawah caringin depan kantor sekolah. Kamu sangat berti bagiku, tapi lebih berarti lagi motor vespamu itu hahaha..( intermezooo....) sory kalu dulu aku sering membuatmu risi dan sebal, tapi sungguh Dra... aku harus menyelamatkan uang buat ongkos itu, demi stabilitas cacing perutku.
sesampainya di sekolah... perasaanku selalu merasa bangga bila datang di bonceng Hendra, aku berharap temen-teman yang melihat akan menganggapku cs nya Hendra dan menganggap aku se kapable dia, yang mana kita semua tau siapa seeehhh..Hendra itu, dia aktivis, atlit, kokay, pinter, dll (pokokna nu alus-alusmah hop..tah..jang manehna kabeh), sementara aku.........(perlu penegasan kembali kriteria aku dulu) bodoh, malas, dabrul, dll (pokokna nu goreng-goreng dedetkeun ka sayah hahah..)

Kalo di sekolah sering aku memergoki pembicaraan para kerumunan cewe-cewe lagi ngerumpiin Hendra (..sok tah cewe-cewenya ngaku aja sekarang, daripada tar aku yang nulis.. mendingan tulis sendiri deh di komentar atau blog yang judulna BLAK BLAKAN kitu..) dan biasanya aku langsung nyampeur, trus aku bilang gini : "heh..pan si Hendra teh cs urang ayeunamah"
baru satu kalimat, sontak itu muka berpaling dariku haha... dan waktu itu aku berasumsi bahwa mereka malu kalau aku mengetahuinya, lantas dengan senyum kemenangan aku pergi dari mereka...... eeehhh... setelah dipikir-pikir sekarang sambil nulis nih sepertinya bukan begitu deh, bukan malu kalau aku mengetahuinya, tapi lebih mendekati kalau "nimbrung aja luh..so' kenal maneh teh" hahaha....
(itulah hikmahnya miss untherstanding, kapinteranna gusti Allhoh yang maha membulak-balikan fakta).

Jika kebetulan aku eling dan bisa menyelesaikan jam pelajaran sampai akhir dan ketika bel terakhir berbunyi segeralah aku pergi ke bawah pohon caringin, disitulah motor vespa Hendra biasa diparkir, dengan berpura-pura ngobrol atau apa saja asal jangan baca buku (aku paling benci membaca buku) menunggu dia pulang dengan harapan aku diajak lagi bareng pulang.

dua jam aku menunggumu Dra.., sungguh penantian yang amat panjang hanya untuk menyelamatkan uang 100 perak biar tidak usah ngongkos naek elf, eeehhh sampean malah rapat osis..kurangajaaaar teh...begitu kejamnya dirimu padaku, tidakkah kau punya sedikit rasa kasihan pada temanmu ini yang sudah kekeringan dibawah tangkal caringin ?. Coba kalau kamu dulu sudah jadi "trainer" dan bisa mengumpulkan uang empat keresek, yang katanya uang tersebut akan diberikan pada pengemis yang pertama kamu jumpai, maka yang pertama kali akan kamu jumpai itu adalah aku,,aku,,aku Dra... mungkin dulu aku benghar yah..?? dikasih uang empat keresek tiap hari hahaha.........................

Aku punya cara untuk berpura-pura bahwa aku tidak membutuhkan Hendra dan tumpangannya, jika aku lihat dia keluar mau pulang biasanya datang dari sebelah barat lewat lapang basket, sedangkan aku sudah menunggu dibawah caringin, sebelum Hendra melihat aku segera balik badan kesebelah timur(nukangan) tapi badanku menempal pada motornya, dan ketika dia sampai dia akan menegur begini :
Hdr :"Vadin maneh can balik ?" (dia selalu memanggilku dengan sebutan itu)
aku terperanjat pura-pura kaget
Ddn:"tacan Dra.. nungguan si Andi euy"
Hdr:"ageh bareng beu" sambutnya sambil nyelah motornya berkali-kali (haha..motor kaluaran jaman belanda tea, can ngesangmah moal kasada siah..)
Alhamdulillaaaaahhh.. akhirnya penantian itu berbuah 100 perak. terima kasih Tuhan, terimakasih Hendra, terima kasih teman-teman yang tidak mengetahui akal-akalan aku juga terimakasih yang setulus-tulusnya kepada kekasihku dulu namanya "VESPA" catanya silver.

Yang penulis ingin sampaikan bahwa Hendra dan Vespa silver akan selalu hidup dalam imajinasi Dadan, dulu, sekarang dan yang akan datang, mereka adalah merupakan bagian dari masa lalu Dadan Satyavadin, walaupun aku tidak dapat memilikinya (vespa) imajinasinya saja sudah lebih dari cukup, penulis menyadari bahwa tanpa mereka, teman-teman, para Guru (kecuali Pa Sanuri haha) penulis tidak akan pernah ada ......................................................................................

Terimakasih HENDRA.

Tulisan selanjutnya ketik disini...

Baca Selengkapnya...

POSTING TERBARU

KOMENTAR TERBARU

  © Free Blogger Templates Blogger Theme by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP