Sabtu, Oktober 17, 2009

PEMBENTUKAN SEBUAH CERPEN



dansa :

Dulu pembentukan sebuah cerpen lazimnya cenderung bertumpu pada alur cerita dan karekteristik yang kuat serta utuh, seseorang menulis cerita karena memang benar-benar memiliki cerita yang ingin di bagikan kepada orang lain. Tetapi sekarang pembentukan sebuah cerpen tidak melulu menyuguhkan cerita, melainkan dapat juga berupa ekpresi situasi tertentu ataupun deskripsi yang berisi pemaparan peristiwa-peristiwa dalam bentuk monolog dan lain-lain. Karena tidak bertumpunya melulu hanya pada cerita, maka cerpen dapat meluas kepada hal ikhwal lain yang mengitari peristiwa dibalik cerita. Cerpen dapat bermula dari teks lain, pencampuran dan peleburan berbagai teks dengan acuan-acuan yang menyebar serta dapat dikaitkan dengan teks-teks lain yang berkenaan ataupun tidak berkenaan dengan cerpen.

Gejala pengembangan pembentukan cerpen di Indonesia itu akan lebih jelas terlihat dalam pertunjukan teater atau seni rupa dalam era duapuluh tahun terakhir. Sepertinya beberapa pertunjukan teater dan seni tari tidak lagi bertumpu pada manusia sebagai suatu "sosok karakter" yang utuh dan menjadi pusat cerita, melainkan pada rangkaian peristiwa, komposisi ruang dan permainan visual. Disitu tubuh dan gerak tidak lagi menjadi pusat pertunjukan melainkan hanya bagian dari susunan ruang dan bangun visual yang di bentuk di atas panggung. Dalam susunan ruang dan bangun tersebut terdapat berbagi peristiwa acak, terpotong-potong, seperti fragmen-fragmen yang seolah-olah tidak lagi memiliki struktur yang utuh. dari peristiwa yang satu ke peristiwa yang lain meloncat-loncat tidak beraturan.Bahkan terkadang dari peristiwa yang satu ke peristiwa yang lainnya tidak terdapat kaitanya sama sekali. Bahkan kita seperti sedang berhadapan dengan percampur adukan segala absurd, kontradiktif, paradoksal, hamburan simulacrum, tumpukan budaya massa, berbagai kebrutalan dunia impersonal dampak politik, kapitalisme, fundamentalisme agama, anarki dan sekaligus omong kosong. Pementasan teater itu seolah-olah hendak menunjukan bahwa saat sekarang ini kian sulit menyusun manusia dalam sosoknya yang utuh.Modernisasi yang telah menemukan manusia sebagai subjek yang utuh dan otonom teryata justru menghancurkan si subjek itu sendiri.Kini manusia hanya dapat disusun dari serpihan-serpihan sejarah, sebagai fragmen-fragmen. Dan manusia yang fragmentatif itu sekarang hidup dalam dunia yang terpacah-pecah pula. Maka tidak mengherankan jika seniman teater dan tari justru ingin menampilkan potongan-potongan ruang dan imanji-imaji visual karena memang demikianlah kondisi manusia dan dunia yang mereka saksikan saat ini.

Dari deskripsi perihal gejala yang berlangsung dalam bidang seni pertunjukan dan seni rupa tersebut, saya ingin mengatakan bahwa dalam proses menikmati karya seni, dalam hal ini proses membangun atau membaca sebuah cerpen terkadang kita tidak perlu mengharapkan "cerita" atau berbagai peristiwa di sekitar cerita beserta karakteristik tokohnya yang gamblang, bulat dan utuh, melainkan dapat dengan cara lain yakni menikmati kalimat-kalimatnya, imajeri-imajeri yang dibuka oleh teks, atau menyentuh bentuk-bentuk deskripsinya. Beberapa cerpen menuntut saya untuk menikmati teks sebagaimana saya berhadapan dengan beberapa gejala yang berlangsung dalam seni pertunjukan dan seni rupa, dimana "proses" perjumpaan dengan elemen-elemen yang membentuk karya tersebut terkadang lebih penting dan lebih mengasyikkan ketimbang mencari suatu "Hasil".

Menikmati pencampuradukan yang memesona dari berbagai kemungkinan representasi dan penggambaran sebuah situasi ruang yang sangat rinci dengan bentuk penuturan yang konyol dan humoris seperti dalam cerpen "ANAKKU AKU" karya dansa , dan kalimat-kalimat panjang yang bersayap-sayap serta penyisipan metafora disana-sini juga dalam cerpen karya Dansa yang berjudul "HARTI OH HARTI", kadang lebih ngasyikan membuatnya ketimbang mencari alur dan karakteristik tokoh-tokohnya.Sebagai mana telah dituturkan dalam cerpen tersebut yang tidak menyuguhkan "cerita" yang gamblang, bulat dan utuh, melainkan hanya berbagai lekuk dan liku penuturan yang bermacam-macam.

bersambung...


DAFTAR PUSTAKA :

Wicaksono Adi, 2009. "Beberapa Catatan Perihal Cara Berkisah Dalam Cerpen".
PENA KENCANA, 2009. "20 Cerpen Indonesia Terbaik 2009".

3 komentar:

teti,  18 Oktober 2009 pukul 07.39  

ETA SUGAN NYA HASIL DARI JALAN2 KE GRAMEDIA.. SIP DEH SOK ATUH BAGAIMANA CARA MEMBUAT CERPEN YANG BAGUS DAN MEMIKAT SEPERTI KARYA PENULIS DADAN
HE ..HE...INFOKAN...

syaqila 18 Oktober 2009 pukul 09.31  

Menuangkan Ide, gagasan, kedalam sebuah tulisan, dalam bentuk cerpen memang bisa seperti itu. Tapi ingat, semakin banyak aturan, akan semakin bias "karakter" penulis.
Biarkan cerita mengalir apa adanya. Yang paling penting maksud penulis bisa difahami pembaca. Mengemas semua itu dalam bentuk cerpen memang perlu latihan, latihan dan latihan. Ekspresikan saja yang ada di benak anda, so.. let's the show begins.....

saha bae,  18 Oktober 2009 pukul 17.39  

sok atuh babeh nyerat cerpen.. ceritakeun bae pangalaman babeh nu pangetopna di kelas fisika

Posting Komentar

POSTING TERBARU

KOMENTAR TERBARU

  © Free Blogger Templates Blogger Theme by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP