Kamis, Oktober 08, 2009

HARTI oh HARTI


Sebetulnya aku berteman dengan Teti, aku mengenalnya sejak SMP dulu, satu Almamater dengan ku dan kami tergabung dalam Uni orang-orang bandel, sekarang kami dipertemukan lagi satu SMA. Mungkin tuhan masih punya rencana yang tersembunyi untuku, atau barang kali petualangan kami harus diawali lagi dari sini dalam kemasan yang berbeda, dimana sekarang keadan kami sudah meningkat dari banyak hal. Kelas II aku diperkenalkan dengan teman-temannya Harti dan Susi, tiga cewek jagoan ini sudah tidak asing lagi di sekolah kami, dari kelas I hingga kelas III semua paham dengan mereka, terutama Teti yang bertubuh aduhai, rambut lurus panjang melewati bahu, pakaian bergaya modern bak orang Jakarta. Tetapi mataku sudah padat melihatnya sedari SMP, orang lain banyak memuji dirinya itu karena mata mereka tidak terlatih untuk mencari sesuatu yang unik, sesuatu yang bernilai mahal. Intan yang berkilau-kilau seberat 8 kg, mutiara yang berkilat bila disiram cahaya sebanyak 2 karung tidaklah lebih mahal dibandingkan dengan safir biru berbentuk hati milik Nona Ross yang ditenggarai tenggelam didasar samudra bersama jasadnya dalam kapal Titanic, setidak-tidaknya itulah pandangan hidup ku saat itu. Kuulurkan tangan ku sembari aku menyebutkan namaku dan ia menyebutkan namanya, lalu giliran orang yang satu lagi mengulurkan tangannya padaku, aku memandang matanya barang beberapa detik lalu kujabat jemari tangannya (tentu bukan jempol semua) sambil melapalkan namanya ia tersenyum "Harti", katanya Harti namanya...
Tidak ada yang istimewa dengan kata yang menjadi namanya, kalau hanya kata "Harti", telingaku sudah akrab dengan beberapa kata harti. Bahkan tetanggaku yang menjadi gila sebab ditinggal oleh lelaki yang sudah ditunangkan kepadanya malah lelaki tersebut lebih memlih transmigrasi ke Jambi, dan bibiku yang sumbing sejak dari lahir juga bernama Harti. Harti yang ini sungguh agak berbeda, ketika kami berjabat tangan dan dia melemparkan sedikit senyuman kepadaku untuk sedikit beramah tamah dengan orang yang baru diperkenalkannya, barangkali itulah yang dimaksudnya. Tololnya aku yang menanggapi arti yang berbeda, sehingga waktu berjabat tangan malah jantungku sedang berolah raga, seolah-olah paru-paruku sesak tidak dapat menghirup oksigen dari atmosfer Cilimus yang notabene lembah kaki gunung yang sejuk dan udara yang bersih, tetapi aku merasa udara disekeliling ku menjadi karbondioksida semua. Aku segera membenahi diri dan perasaanku yang carut-marut dan tidak lazim. kami pergi ke posko kami, warung mang Rokim di hook pertigaan jalan Panawuan, diwarung itulah tempat kami beristirahat dan mengisi perut dengan dua buah bakwan dan sebatang rokok sudahlah cukup. Mang Rokim dan istrinya yang penyabar hampir tiap hari teraniaya oleh tingkah polah kami, yang jajannya sedikit tapi duduknya belama-lama bagaikan perompak yang bersandar diperkampungan pesisir selat Manaung, mambuat risih penduduk dengan tabiatnya yang buruk.
Sejak perkenalan itu kami semakin akrab saja, tegur sapa, senda gurau bahkan berkelakar kelewat batas sering terjadi, tanpa ada keraguan ataupun kecanggungan.Dalam kesehariannya Harti berbicara dengan kami menggunakan bahasa nomor 2, yaitu bahasa yang sedikit agak kasar dan seronok, baginya kami adalah sama dengan dirinya, dibenaknya antara aku dan Teti berjenis kelamin sama, dimatanya aku adalah sabat perempuan tertua yang harus melindunginya, yang harus mengantarnya dalam kegelapan malam, dia memandang aku adalah mukhrimnya dan dia mengira aku benar-benar telah menjelma menjadi kakak perempuannya. "oh..malangnya nasibku", Dia tidak akan segan-segan menjambak rambutku dan ditariknya kebelakang jika kesal padaku hinga aku tersentak dengan kepala tengadah, dia tak akan malu meraih pundakku dengan tangannya digantungkan dipundakku ditempat orang banyak, dia tak akan segan menempelkan tubuhnya pada tubuhku dalam keheningan dan sepi. Dia akan tertawa sejadi-jadinya jika aku dipermalukan oleh teman yang lainnya, dan dia akan membantu teman yang lain mencibir-cibirkan bibirnya ditujukannya padaku, dia akan bersorak ketika aku mendapatkan kesulitan dengan hukuman dari guru, dia akan bersumpah serapah untuk mengelak padahal aku hanya bertanya sedikit saja. Dia telah benar-benar menganggapku perempuan. "Asstafirullooooohhh aladziiiimm !!".
"Ti...Ti..!!!". Akankah kau sekejam itu jika kamu tahu sesungguhnya yang ada dalam hatiku ??, tidak seperti dirinya yang menganggapku perempuan, malah sebaliknya, aku punya pandangan lain pada Harti dan aku punya perasaan yang berbeda padanya, tidak juga seperti perasaanku pada teman perempuan yang lain. Aku berbeda menanggapi perkara dia dengan teman yang lain, aku berbeda menanggapi permasalahan yang ia peroleh. Jika dia dipermalukan oleh Teti yang selalu menyepelekan dia, hatiku seperti kaki yang tertusuk-tusuk akar ilalang yang aku berjalan diatasnya, kerongkongan ku seperti tersumbat biji buah kedondong. Ketika dia menjambak rambutku dari belakang kuat-kuat, hatiku bahagia seolah-olah aku telah memberikan jalan keluar dari kejengkelannya supaya tertupah-ruah keluar dari dalam isi hatinya lalu dia merasa baik.
Tanpa dia menyadari keadaannya aku sering memperhatikannya, aku sampai hapal benar detail dari sosok dia. Tentang tubuhnya yang tinggi dan montok, walaupun tidak padat. Tentang Bulu-bulu perindu yang menghiasi di lengan dan betisnya, Tentang warna kulitnya yang menurutku sangat unik, putih tidak, hitam tidak sawo matang pun tidak (mungkin sawo busuk kali yah..??).Tentang tanpa ragu dia menempelkan tubuhnya pada tubuhku ?, ini yang membuat dia menjadi seperti orang yang paling kejam terhadapku, ibarat Hitler sang pendekar Nazi yang tanpa perasaan membunuh ratusan orang sekaligus, seperti Idiamin Presiden Uganda yang menyayat lidah lawan politiknya dan dia memakannya, aku melihatnya dari poster film tentang Idiamin di bioskop misbar.
Harti tidak memahami bahwa aku sedang beranjak dewasa. Aku terlalu lemah untuk menahan daya racun getah testosteron, akar segala kejahatan yang secara sporadis dapat menyerang anak-anak Adam yang baru beranjak dewasa. Mulutku bagaikan mulut anjing sehabis berlari, menjulur-julurkan lidah dan meneteskan air liurnya, testosteron itu telah membawaku kepada pikiran yang tidak logis. Seketika aku bisa lupa bacaan Al-Fatihah yang setiap hari aku lafalkan sekurang-kurangnya 10 kali, bahkan aku tidak mampu menghapal surat Al-Ikhlas yang sangat pendek. Aku semakin merasa bersalah kepada KH. Abdullah Gymsantiar pengasuh management Qalbu dan aku tidak berani menatap posternya KH.Abdurrahman Wahid begawan NU. Moralku tercabik-cabik dengan hayalanku yang semburat dan tak waras.
Sulitnya aku bersandiwara pada nuraniku bertahun-tahun, ini membutuhkan cadangan energi yang banyak. Setiap hari tubuhku terasa semakin berat, padahal badanku semakin kurus karena aku semakin sering mandi, mungkin mandi itulah yang membuat badanku semakin kurus, seperti kata mutiaranya Jhon F Kenedy :" cikaracak ninggang batu laun-laun jadi dekok", artinya tetesan air yang benimpa batu lama-kelamaan batu itu akan terkikis juga. Itulah sebabnya badanku semakin hari semakin tipis saja. Ternyata perasaan semakin berat itu berasal dari hatiku yang tidak punya kemampuan untuk berterus terang. Aku takut perasaan ini Dia tahu, aku takut perasaan ini orang lain tahu dan aku lebih takut lagi kalau geng kita tahu perasaanku ini. Tak dapat kubayangkan olok-olok yang akan kuterima tiap hati, aku akan mendapat senyum olok-olok tiap kali aku bangun pagi, aku akan jadi buah bibir di sekolah.
Keangkuhanku telah menelan nuraniku habis tanpa tersia satu tetes darahpun, menghimpit tubuhku dengan pohon enau yang masih berduri, aku bak pesakitan paling berbahaya dirumah bui Guantanamo. Logika yang selalu diasah oleh rumus fisika telah berbuat tidak adil pada hatiku, logika menghendaki aku menguburkannya perasaan itu dalam-dalam agar kelak ratusan tahun kedepan sudah menjadi fosil yang akan digali oleh anak cucu kita, dan menyuruhnya menenggelamkan perasaanku kedalam samudera hindia agar ditumbuhi tritip yang menjadi sarang ikan laut berkembang biak, logika juga meminta perasaanku dilempar keatas langin yang menjadi hamparan kitab alam semesta untuk hanya dijadikan catatan yang kelak dibaca oleh anak-anak kita, logikaku telah berbuat tidak adil pada diriku.
Sekarang saat yang tepat untukku membacakan kitab langit yang telah aku tuliskan dahulu ketika aku beranjak dewasa, lalu aku robek-robek hingga berkeping-keping dan kutelan mentah-mentah hingga aku memuntuhkan segala kekesalan dan kejengkelan pada sang keangkuhan yang dulu aku pernah berbakti padanya. Sekarang usiaku sudah udzur dan tidak lama kemudian seleksi alam akan mengeliminasiku dari muka bumi, keangkuhan telah lama kulepaskan, kesalahanku dulu yang tidak adil pada diriku sendiri telah ku maafkan. Dulu aku tidak berani mengutarakan perasaanku pada Harti adalah sebuah kesalahan, pada saat itu aku beranggapan tidaklah lazim seorang teman mengutarakan perasaan cintanya pada temannya sendiri, aku beranggapan manalah mungkin Singa jantan ritual dengan Macan betina, Darwin sekalipun tidak akan menyarankan hal itu. Walaupun diantara kami tidak akan terjadi kesalahan DNA dalam menguraikan kode genetik, karena kami beda Bapak lain Ibu, hanya Dia saja yang beranggapan bahwa aku kakak perempuannya. Kalau saja dahulu aku sedikit cerdik, mungkin aku akan membicarakannya dengan Babeh Saqila sebagai kepala suku dari bangsa pedalaman Manecis.
Sekarang 21 tahun telah berlalu, aku telah mempunya anak dan istri dan aku bahagia bersama mereka. ingin rasanya dia tahu istriku sekarang, dan aku dapat bayangkan jika dia dipertemukan dengan istriku, dia akan tertawa terpingkal-pingkal dan berteriak histeris, " ha..ha Dadaaaann ?? gue baaaangngeeeeett..??". Istriku mirip sekali dengannya, dari kulitnya, bulu perindunya, dan banyak hal. Aku baru mengerti bahwa aku menyukai spesies ini, dia punya kekerabatan walaupun beda ordo. Aku teramat mencintai istriku melebihi dari yang ia tahu, istriku adalah cinta sejatiku, (bukan karena aku menulis cerita ini dirumah dan istriku lalu-lalang dibelakangku...yeeeyy !!). Harti adalah inspirasi imajinasiku untuh menemukan cinta sejatiku, terima kasih Harti kamu telah pernah hadir dalam imajinasiku, semoga kamu bahagia selamanya.
Tamat.

3 komentar:

nengndrie '88,  8 Oktober 2009 pukul 20.36  

hebaat Dan...makin produktif ajah nih...ckckck..sya malah ga jadi-jadi wae mo posting teh..hehe...ayyooo prens yang lain...mana atuh postingan na ?...ayoo..rameukeun blog urang atuh...

syaqila 8 Oktober 2009 pukul 21.00  

Two tumbs up for mr dadan....!!!
Lebih teliti lagi, kalau ini flash back..detail setting tokoh juga harus mendukung. Contoh kalau cerita ini 20 tahun lalu, belum ada Abdullah Gymnastiar..waktu itu....
Saran yang lain, coba angkat tema cerita yang lebih variatif, tidak melulu "nostalgia"...
Terus berkarya...!!!

TETI,  9 Oktober 2009 pukul 05.54  

toooop markotop deh buat pengarang baru.. jebolan necis yg penuh bakat...
diantos dongeng selanjutnya... lumayan gaganti mang jaya jaman baheula unggal sore ngadongeng dina radio..
babeeh keun wae keur nostalgia oge .. kanyahoan kan jaman baheulana kumaha he he...bari jeung nyebat2 nami dai kondang sagala padahalmah sumpah abdi ge terang jaman baheula mah teu acan kondang he he..

Posting Komentar

POSTING TERBARU

KOMENTAR TERBARU

  © Free Blogger Templates Blogger Theme by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP