Minggu, Oktober 04, 2009

Pertentangan hati menuju reuni


Lelaki yang dibawah pohon kelapa itu, dalam lindungan bayangan daun-daun yang menutupi teriknya sinar matahari siang itu, terus menerus matanya memandang ke arah timur, pandanganya yang polos seolah-olah tak berdosa dilemparkannya jauh hingga kepematang terakhir di samping kampung tetangga. Rupannya lelaki itu suka menyendiri dipematang sawah untuk menghindari hiruk-pikuk keramaian aktipitas orang-orang yang bergelut, berebut mencari nafkah. Rupanya lelaki itu adalah aku, yah ! aku. Aku yang sering kali menyendiri dipematang sawah dibawah pohon kelapa dan kadang-kadang dibawah pohon nangka, bosan aku memandang ketimur lalu kapalingkan pandanganku ke arah barat, jelas rupanya terlihat dari kejauhan anakku melambai-lambaikan tangannya isyarat memanggil aku maksudnya mungkin, (ha..ha..cangkeul nulis carita make baha anu daria mah,,). aku berjalan dan menghampiri anaku, setelah sampai kutanya dia "Aya naon Neng ?" aku memanggil dia "eNeng" padahal namanya bukan itu, dalam akte kelahiran namanya Nakita Piksi d'Satyavadin, "aya tamu Pih" jawab anakku,(Mohon ma'af kepada pembaca, dalam percakapan ini penulis menggunakan bahasa sunda dan campuran, tidak menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar dengan tujuan agar sesui dengan percakapan aslinya.) sampi dirumah kujumpai tamu itu, sempat aku mengernyitkan dahi mengingat siapa gerangan ini, perasaanku pernah mengenalnya, tidak perlu lama aku sudah dapat mengingatnya, si Dede, Dede Suharto teman sekolah aku di SMA Cilimus angkatan '88. Segera aku beramah tamah layaknya dengan teman yang sudah lama baru berjumpa lagi. si Dede mengutarakan maksudnya menemui aku untuk mengantarkan undangan reuni SMA Cilimus angkatan '87, '88, '89 dia juga menceritakan pentingnya dan manfa'atnya ikut reuni sebab dia juga salah satu kordinatornya, lama kami berbincang-bincang lalu dia permisi pulang.

Berhari-hari aku berpikir hanya untuk memutuskan apakah aku akan menghadiri reuni tersebet atauhah tidak akan datang, hatiku sungguh belum sanggup untuk bertemu dengan kawan-kawan lama semasa SMA dulu, ada persaan malu, minder, risi dan perasaan-perasaan lain yang sering teringat, semakin hari aku semakin berhitung tentang apa yang aku dapat raih setelah selesai dari bangku SMA ? apa yang bisa aku banggakan sehingga aku bisa berceritra nanti pada temen-teman ? masa depan apa yang akan aku bahas dengan mereka ? apakah mobilku tidak terlalu tua dibandingkan dengan mobil mereka ? apakah kulitku akan terlihat lekang dibanding dengan kulit mereka ? apakah handphone ku tidak terlalu murah dibandingkan dengan hendphone mereka ? akan bilang apa aku apabila mereka bertanya tentang apa pekerjaanku sekarang ? bekerja dimana istriku ? dan banyak pertanyaan lagi yang teringat dalam benakku, semakin bertambah hari semakin bertambah banyak pertanyaan dalam benakku yang tidak akan mampu kujawab, karena memang aku tidak memiliki semua yang menjadi pertanyaan diriku sendiri. Suatu malam sungguh aku tidak bisa tidur hingga sudah larut malam, pikiranku terganggu dan wajah murung tidak bisa aku sembunyikan lagi dari tatapan anak dan istriku, disaat istriku terjaga dari tidurnya dan sudah hampir waktu subuh dia menoleh kearahku, sejenak kami saling bertemu tatap, lalu istriku bangkit seraya bergumam "karunya teuing si Papih sirahna dugi ka ngebul, cepilna kaluar api nuju ngemutan nyiar nafkah kanggo urang Neng" telingku masih jelas mendengar gumamanya dan aku merasa bersalah pada mereka, kerena sesungguhnya aku tidak sedang berpikir mencari nafkah aku tidak bisa membiarkan perasaan bersalahku terlihat matahari, aku harus berbicara padanya tentang apa yang aku pikirkan. Cepat sekali istriku membuat kopi dan disuguhkannya padaku, pada saat itu aku membicarakannya kepada istriku tentang apa yang sedang aku pikirkan, tentang takutnya aku bertemu dengan teman lamaku. Istriku rupanya kecewa dengan apa yang aku tuturkan, ia berusaha membesarkan hatiku untuk tetap bisa datang di reuni tersebut, ia menginginkanaku berjiwa besar untuk tidak malu dengan apa yang dapat kami peroleh selama ini, rizki orang tidak akanlah sama demikian pula dengan takdirnya, manusia diciptakan oleh tuhan dengan berbeda-beda hanya semata-mata karena kehendakNya, tiada Tuhan membeda-bedakan makhlukNya melainkan karna ketakwaannya, begitulah ia menuturkannya dengan menirukan gaya Mamah Dedeh da'iyah kondang.

Pagi itu turunlah hidayah kepadaku, aku bulatkan tekad untuk menghadiri reuni bila tiba saatnya nanti, persiapanpun kami kerjakan selama dua minggu sebelum hari itu tiba, sekarang disetiap kali aku mandi aku memakai pemutih kulit merk BIORE yang dibelikan istriku karena aku mengeluhkan tentang kulitku yang hitam terbakar matahari, aku membongkar lagi lemari pakaian untuk mencari pakaian baju kemeja warna putih, tapi hanya menemukan kemeja yang mendekati warna putih, terus mencari celana jeans biru dan aku menemukannya akan tetapi ukurannya terlalu ketat, tidak apalah sebab katanya manusia sama dimata Tuhan, kalau demikian tentunya Tuhan tidak akan menanyakan ukuran celana saya, setiap malam aku berlatih mejawab secara diplomatis pertanyaan-pertanyaan seperti diatas dengan meniru gaya SBY. Lebaran tiba persiapanpun telah matang, aku siap menjemput hari itu.

Harinya telah tiba, aku sudah berada di depan sekolah SMA Cilimus, dengan gemetar aku masuk melewati pintu gerbang, hanya beberapalangkah dari pintu gerbang sudah dapat ditemui tiga orang penerima tamu, dengan senyum ceria mereka menyambutku, seketika itu aku yakin mereka adalah temanku dulu, seraya mereka menyapa "Dadan nya ??" sambil mengulurkan tangannya, ketika kujabat jemari tangannya..jempol semua (ha.ha. ieu tehkeur nulis tapi hayang bae hereuy) lalu ditunjukannya aku dengan penuh kehangatan untuk terus menuju balandongan, baru beberapa langkah aku sudah disambut oleh beberapa teman sekelasku bersama-sama kami menuju tenda dan ternyata di tenda sudah berkumpul temen-teman sekalian.
Kamipun larut dalam suka cita, senda gurau, tegur sapa sambil menyesuaikan pandangan mata, mengadaptasikan penglihatan deng ananatomi tubuh teman-teman yang kebanyakan dari mereka tubuhnya telah tumbuh dengan subur, paras muka yang sepintas tidak aku kenali lama kalamaan mulai bisa mengingatnya, seingatku di tahun '88 tubuh dan paras setua itu mirip Pa Uci Sanusi (Bp. relevansi) pa Uci itu paling suka bilang relepan bahkan sekali pidato senen pagi beliau bisa mengucapkan relepan berulan-ulang.

Sampai siang kami berbicang-bincang bersenda-gurau tak satupun ada pertanyaan yang aku duga sebelumnya seperti punya mobil apa?, bekerja dimana ?, kuliah dimana ?, istri/suami kerja dimana ?, yang mereka tanyakan hanya berapa jumlah anak ? dan tinggal dimana sekarang ? dimata teman-temanku tolok-ukur keberhasilan seseorang itu equivalen dengan jumlah reproduksi budak, hahaha padahal aku sudah bersusah payah berlatih untuk menjawab, semua yang kukira, semua yang kubayangkan dan semua sakwa-sangka itu semua tidak terjadi, yang terjadi hanyalah sukacita, riang-gembira, senda-gurau, dan merasa lebih muda dari usia yang sesungguhnya.

Itulah perjalanan hati saya setelah menerima undangan reuni hingga menghadirinya, dengan segala kerendahan hati saya mohon ma'af kepada istri dan anak saya, mohon ma'af kepada temen-teman saya se SMA dulu angkatan '87, '88, '89, mohon ma'af kepada pemrakarsa dan panitia reuni SMA Necis th 2009, mohon ma'af kepada Guru-guruku dulu.

Penulis menceritakan ini bertujuan untuk menghimbau kepada teman-teman yang belum sempat mengikuti reuni karena kesibukan dan atau halangan lainnya, atau bahkan punya prasangka yang sama dengan penulis, usahakan untuk mengikutinya apabila dikemudian hari mendapat kesempatan diundang dalam acara reuni, dengan tidak bermaksud menggurui tetapi penulis menceritakan bahwa penulis telah mendapatkan kembali kebahagiaan yang sejati layaknya waktu remaja didalam reuni, walaupun hanya sebentar penulis merasa bahagia sampe sekarang.

Tamat.

3 komentar:

nengndrie '88,  4 Oktober 2009 pukul 21.53  

semoga tulisan kang Dadan ini bisa membuka mata hati temen-temen yang masih beranggapan bahwa reuni hanya untuk ajang hura-hura, ajang pamer harta, pangkat, kedudukan...justru sebaliknya, reuni bisa menumbuhkan rasa cinta kembali pada almamater, guru-guru dan terutamama pada teman dan sahabat lama...yang paling penting, jalinan silaturhami akan semakin erat terasa..semoga..

syaqila 5 Oktober 2009 pukul 09.54  

Telah lahir penulis dari alumnus SMANECIS......hadena baheula can bisaeun nulis....mun geus bisa, gelar CERPENIS bisa di samber...ha.ha..ha
KEEP POSTING.....

tetifathiyah,  6 Oktober 2009 pukul 07.24  

aduuuh eta cerita mani mengharukan nya..coba urang kenal anjeuna nuju jaman sma pasti tos dilirik lirik... dicaketan..keun wae GR oge.. da maksadmah bade nuhunkeun dipangarangkeun ari aya tugas ti Bu Eet guru bahasa indonesia yang berambut panjang kecil mungil..atau tugas ti Pak Roni yg terkenal gualak dan serem... dimana nya ayeuna...

Posting Komentar

POSTING TERBARU

KOMENTAR TERBARU

  © Free Blogger Templates Blogger Theme by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP